Parapaga : Kita Hargai Kewenangan Beliau
Hillary : Bukan Saatnya Bicara Sudah 1 atau 2 Periode
Harimanado.com – MANADO–Prahara belum dilantiknya pasangan Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kabupaten Kepulauan Talaud Elly Lasut dan Mocktar Parapaga semakin menarik disimak. Situasi terakhir Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulut atas nama Gubernur Olly Dondokambey melalui Karo Pemerintahan Jemmy Kumendong mengembalikan SK Pelantikan ke Kemendagri. Langkah tersebut, mendasar dimana Gubernur tak mau ambil resiko. Dan sembari itu menunggu kepastian hukum.
Kubu E2L-Mantap yang dikonfirmasi melalui Mocktar Parapaga mengatakan, pihaknya pada prinsip dari awal yakni menunggu jadwal pelantikan dari Gubernur Sulut.“Kami tetap menunggu jadwal (pelantikan) dari Bapak Gubernur (OD). Kami tetap menghargai kewenangan beliau,” ucapnya.
Saat dimintai tanggapan terkait pengembalian SK Pelantikan, ia juga enggan merespons. “ Soal surat (SK Pelantikan) dikembalikan, itu coba tanya Karopem (Pemprov Sulut),” tuturnya.
Sementara itu, Parapaga yang juga menjabat sebagai Ketua Bappilu Nasdem Sulut ini, membantah rumitnya pelantikan mereka terjadi akibat ketegangan antara Nasdem dengan PDIP-P di tingkat nasional ataupun karena menjelang Pilgub Sulut di 2020 nanti.
“Tidak ada hubungan dengan partai. Karena ini posisi tata negara,” tutupnya.
Terpisah, Caleg Anggota DPR RI terpilih Partai Nasdem Hillary Brigitta Lasut mengatakan, bukan saatnya lagi mempermasalahkan jika dr Elly E. Lasut belum atau sudah dua periode masa jabatannya sebagai bupati. Karena tahapan saat ini sudah masuk ditahapan pelantikan bukan verifikasi berkas calon lagi.
“Tahapan saat ini sudah pelantikan sebagaimana aturan yang ada. Bicara soal persyaratan itu ada ditahapan verifikasi berkas calon yang menjadi tugas KPU dan Bawaslu yang kemudian ditetapkan oleh KPU lewat sebuah keputusan yang telah melewati sidang gugatan di Mahkamah Konstitusi,”kata putri E2L itu.
Kemudian mengenai fatwa MA menurut Hillary itu tidak mengikat dan memiliki hukum tetap karena bukan putusan pengadilan. “Fatwa MA itu pendapat bukan aturan yang mengikat. Sehingga yang harus dilakukan adalah Pak Gubernur harus melantik walaupun tanpa fatwa MA,”tuturnya.
Dijelaskannya juga, bahwa ada asas hukum barang siapa yang membuat produk hukum, dia juga yang berhak merubah atau mengganti keputusannya. “Sehingga jika Mendagri merubah SK Elly Lasut karena fakta hukumnya pemberhentian Pak Elly harus dilakukan 2011 karena telah memiliki keputusan hukum tetap dari proses kasasi ke MA, maka SK Mendagri yang menyatakan bahwa pemberhentian tetap yang awalnya diputuskan tahun 2014 dirubah menjadi tahun 2011. Dan perubahan itu sepenuhnya menjadi kewenangan dan hak dari Mendagri,”ungkapnya.
Adapun putusan MA yang menolak gugatan E2L terhadap SK Mendagri yang pertama wajar ditolak.”Oleh MA karena terganjal aturan gugatan TUN yaitu gugatan PTUN tidak boleh lebih dari 90 hari dan PTUN akan menolak tanpa mempertimbangkan materi hukum yang digugat,”tambah Hillary.
Lanjutnya, di undang-undang itu jelas bahwa pelantikan kepala daerah tidak boleh dihalang-halangi karena itu bisa dikatakan perbuatan melawan hukum. Itu jelas di Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 yang merupakan perubahan kedua dari Undang-undang nomor 1 tahun 2014 dan perubahan pertamanya Undang-undang nomor 8 tahun 2015.
“Itu jelas di Pasal 180 ayat 2. Lagi pula saya ingin bertanya apa wewenang pihak Pemprov menolak pelantikan. Karena Gubernur merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat,”pungkasnya.(**)
Editor : Fajri Syamsudin
Peliput : Adrian Sigar