Harimanado.com, SANGIHE– Menyandang status sebagai mantan Nara Pidana (Napi) secara tidak langsung telah menciptakan stigma negatif dikalangan masyarakat, situasi ini pun dialami Ronny Tamusa (45) warga Kelurahan Santiago Kecamatan Tahuna Kabupaten Kepulauan Sangihe Provinsi Sulawesi Utara.
Meski bertahun-bertahun pernah menggeluti dunia preman dan mantan Napi , pria yang akrab disapa Ebol ini tidak pernah menyerah untuk merubah stigma negatif yang selama ini melekat pada dirinya dengan cara beralih menjadi petani cabe dan tomat.
Ditemui Harimanado.com di lahan pertaniannya, Ronny sempat menceritakan masa lalunya yang kelam sebagai seorang preman. Namun berbekal tekad dan kerja keras, Ronny mampu berbenah diri dan meninggalkan dunia penuh kekerasan dan saat ini sangat menikmati kehidupan barunya sebagai seorang petani.
Dan hasil kerja kerasnya sebagai petani pun mulai ia nikmati dan saat ini tengah menanti hasil panen cabe yang berusia dua bulan sebanyak 1500 pohon dan cabe berusia 2 minggu juga sebanyak 1500 pohon lebih.
Sebelumnyan ia juga telah dua kali memanen tanaman tomat yang diusahakannya secara mandiri tanpa difasilitasi pupuk subsidi.
“Untuk 1500 pohon cabe berusia dua bulan dalam waktu dekat sudah bisa dipanen, sebab jangka waktu panen hanya 80 hari sejak masa tanam hingga panen. Jadi hitung saja untuk hasil cabe saya beratnya 8 ons per satu pohon, dikali 1500 pohon diperoleh 1200 kilogram dan dikali harga cabe saat ini Rp 70 ribu per kilogram, Rp 84 juta “kata Ronny.
Meski hitungan penghasilan tanaman cabe maupun tomat cukup menjanjikan, namun untuk biaya produksi mulai dari masa tanam juga cukup besar, apalagi menurut Ronny ia menggunakan pupuk non subsidi yang harganya Rp 9000 per kilogram dibanding pupuk subsidi Rp 4000 per kilogram.
“Untuk biaya produksi saya sudah hitung cukup besar ketika menggunakan pupuk non subsidi, sehingga saya berharap petani seperti saya dan petani lainnya di wilayah kami dapat difasilitasi pupuk subsidi dari instansi teknis,”ungkapnya.
Sejauh ini kata Ronny ketersediaan pupuk menjadi kendala terutama pupuk bersubsidi karna di Kota Tahuna sudah tidak ada lagi pihak ketiga yang menyediakan pupuk bersubsidi bagi petani, sehingga mau tak mau ia terpaksa membeli pupuk non subsidi agar tanamamnya tetap terjamin pertumbuhan dan kualitas panen,
“Kami sudah tidak lagi mendapatkan pupuk subsidi, sebab pihak ketiga yang menjualnya sudah tidak lagi beroparasi. Tapi meski harus mengeluarkan biaya ekstra, saya harus tetap membeli pupuk non subsidi, sebab tanah di tempat kami butuh nutrisi untuk tanaman,” tuturnya penuh harap.
Ronny pun mengungkapkan, tak ada kata terlambat untuk sebuah perubahan apalagi untuk hal positif, apa yang saya alami menjadi pesan, khususnya generasi muda selama ada usaha pasti ada jalan.
“Berusaha, keyakinan dan kerja keras menjadi motivasi bagi saya agar lebih baik lagi kedepan dan berhuna bagi sesama.” kuncinya (rps)