Oleh: Abid Takalamingan, S. Sos
(Ketua Baznas Provinsi Sulut)
PARA pegiat zakat sesungguhnya sangat bergembira, ketika pemerintah pada akhirnya berani mengeluarkan Peraturan Presiden untuk mengfasilitasi ASN dalam membayar zakat.
Regulasi pilpres tersebut dibutuhkan karena implementasi UU no.23 tahun 2011 tentang optimalisasi pengelolaan zakat dimana penjelasannya terdapat dalam PP no.14 tahun 2014 banyak terkendala untuk diterapkan dikalangan ASN karena banyaknya aturan lintas sektoral terutama dibidang kementrian keuangan yg seakan “menghalanginya”.
Disinilah negara harus hadir memberikan solusi dan kemudahan agar UU dan PP yang dikeluarkan dapat di implementasikan secara baik dan bertanggung jawab.
Disisi lain bagi kaum muslimin termasuk yang ASN atau apapun profesinya bahwa mengeluarkan zakat hukumnya wajib bagi yang telah memenuhi syarat yakni Nishab (hitungan/bilangan) dan haul ( tahun) yang ditentukan oleh syariat.
Kehadiran Perpres yang diwacanakan adalah jalan keluar yang diharapkan akan menjadi instrumen untuk mempermudah pelaksanaan kewajiban tersebut.
Dalam konteks ini apa yang akan dilakukan presiden sesungguhnya menjadi tanggung jawab jabatan sebagai orang nomor satu di negeri ini dimana negerinya dalam konstitusinya memberikan jaminan kepada semua agama untuk melaksanakan kewajiban agamanya masing-masing.
Dengan diterbitkannya Perpres terbayang bahwa potensi zakat yang begitu besar yang selama ini sulit untuk digarap karena sulitnya regulasi akan semakin mudah pelaksanaannya dan akan segera terwujud terutama dikalangan ASN, sehingga peluang zakat yang sejatinya akan menjadi instrumen penting untuk membantu pengentasan kemiskinan, mendekatkan jarak antara si kaya dan si miskin dengan cara yang syar’i di negara ini bisa menjadi kenyataan.
Karena potongan 2.5% dari orang2 yang berkelebihan tak akan memiskinkannya bahkan menentramkannya.
Sebenarnya keraguan terhadap pengelolaan zakat dari berbagai kalangan dengan akan diterbitkan perpres sebagiaanya dapat di mengerti, karena ada beberapa pengalaman dari pengelolaan dana2 umat selama ini dianggap menyimpang dan dari berbagai perbincangan yang dijadikan contoh adalah dana haji dan dana abadi ummat di masa orba.

Akan tetapi mencurigai secara berlebihan kepada pengelolaan zakat juga tidak fair tanpa memberi kesempatan kepada lembaga pengelola zakat untuk melaksanakannya.
Baznas sebagai istitusi pemerintah non struktural yang bersifat mandiri sebagai pengelola zakat telah mempersiapkan diri sebaik mungkin agar dana zakat ini dapat dikelola secara baik dan memenuhi unsur GCG ( Good Corporate Governance).
Beberapa hal yang menjamin itu bisa dilaksanakan diantaranya adalah sistem managemen yang terintegrasi yakni SIMBA/Sistim Informasi Management Baznas, SAI/ Satuan audit internal, Audit oleh KAP dlsb dan dalam beberapa tahun terakhir opini pengelolaan zakat oleh Baznas juga telah mendapat opini WTP ( Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK.
Akan tetapi ternyata niat baik ini mendapatkan tantangan yang luar biasa dan sangat dinamis, hanya karena sejarah ini terjadi pada rezim saat ini dan berada pada tahun2 dimana tensi politik meningkat karena pilkada serentak 2018 dan memasuki pemilu baik pileg dan pilpres 2019.
Nada curiga terasa begitu kuat jangan2 ini akan dimanfaatkan sebagai manuver politik untuk mendapatkan dukungan ummat Islam sehingga opini yang berkembang lari kemana-mana dan menjadi tidak focus.
Ragam pendapat yang disampaikan ada yang santun dan bijak, hingga kata-kata yang menurut saya sampah tanpa makna karena tak mengerti akar soal dari yang namanya zakat, amil dan posisinya bagi kaum muslimin menurut syariat
Berbagai pendapat tersebut tak semuanya buruk memang karena warning juga penting sebab bagaimanapun kalau zakat tergarap secara baik dan benar maka potensi dari zakat ini tidak kecil jika optimal pengumpulannya.
Pemerintah memang perlu diingatkan, Baznas dan LAZ perlu di awasi karena ini menyangkut uang yang tidak sedikit atau bukan “daong lemong” kata orang manado.
Akhirnya mari memberi tanggapan asalkan yakinkan diri masing-masing sebagai orang Islam sudah membayar zakat dan bagi yang belum silahkan datang ke Baznas Provinsi atau kabupaten/kota di tempat kita masing2.
Bagi yang berpendapat tunggu satu tahun dulu baru bayar silahkan. Juga yang ingin hati-hati dengan membayar setiap dapat rizki langsung dikeluarkan 2.5% silahkan karena ; “Sesungguhnya orang-orang yang berzakat, adalah orang yang selalu membersihkan jiwanya”.
Bila ikut pandangan Prof KH Didin Hafiduddin serta barisan ahli Fiqh Zakat kontemporer, termasuk ustadz Abdul Somad bahwa ; lebih aman bayar segera setelah menerima upah/gaji bulanan dari pada menunggu setahun kalau yakin akan mencapai nizab (cukup harta untuk dipotong zakat maal).
Sekarang tidak perlu saling menyalahkan.
Semoga Perpres segera terbit, ASN dan seluruh muzakki ikhlas membayar Zakat; sebelum Alloh SWT memaksa mengambil zakat dengan caraNya bagi muzakki yang enggan bayar zakat dengan ragam alasan.
Dan dalam posisi ini saya termasuk memilih sebagai pendukung diterbitkannya Perpres karena negara harus hadir dalam soal ini.(hm)