Harimanado.com, MANADO– Dekade ini, publik dikagetkan dengan wacana hangat Omnibus Law pada rapat DPR RI dengan agenda pengesahan 50 ranjangan undang-undangan (RUU) yang masuk dalam program legislasi Nasional (Prolegnas) 2020 yang didalamnya ada RUU Omnibus Law. Undangan-undangan ini, dimaksud sebagai ruang cipta lapangan kerja yang direncanakan akan ditetapkan sebagai program Nasional pemerintah Presidem Jokowi sebagai terobosan persaingan ekonomi Global. Omnibus Law juga sebagai produk ekosistem penyederhaan perizinan terhadap investor asing sekaligus sebagai wahana pengadaan lahan terutama terkait dengan project strategis Nasional atau program pemerintah yang ditetapkan dalam Ranjangan Pembangunan Jangka Mengah Nasional (RPJMN).
Konsepsi tentangan Omnibus Law sering dikenal senada dengan Omnibus Bill yang sering digunakan dinegara yang menganut sistem Common Law seperti Amerika Seringkat dalam membuat regulasi. Regulasi ini juga sebagai satu hukum uu baru untuk mengamandemen beberapa UU sekaligus. Akan tetapi Hal ini, menurut saya bahwa awal munculnya pola penjajahan gaya baru bercorak neoliberalisme modern yang cobah dihadirkan dibangsa kita. Kenapa kemudian penulis mencapaikan demikian, dikarena skenario Neoliberalisme adalah untuk mengembalikan keuntungan atau laba kaum kapitalisme berbasis investor asing terhadap krisis ekonomi global. Regulasi Omnibus Law adalah logika neolibalisme yang dipolarisasi gaya pencajajahan baru yang tak bedanya seperti sistem Orde baru.
Rakyat indonesia sebagian mungkin tak menyadari bahwa bangsa kita tengah berada pada kondisi genting yakni, kita berada pada lingkaran ancaman neoliberalisme moderen bercorak pola penjajahan gaya baru dari watak kapitalisme moderen diabad digitalisasi saat ini, yang ingin merengut kedaulatan bangsa kita. Penjajahan sekarang diera Revolusi industri 4.0 saat ini bukan lagi penjajahan secara fisik seperti pada Zaman kolonial belanda, namun penjajahan sekarang berupa Invisible Hand yakni tangan-tangan yang tak terlihat namun, sedikit demi sedikit meruntuhkan kedaulatan bangsa kita. Korporasi besar dunia dibawa payung intrumen Globalisasi era digitalisasi abad 21 ini untuk menjeret dan menguasai bangsa kita. Misalnya; kehadiraan pertarungan ekonomi Global seperti IMF, Bank Dunia dan WTO merupakan Tiga Institusi Pilar Globalisasi.
Kehadiran Regulasi Omnibus Law tanpa kita sadari akan menjajah rakyat kecil serta akan menjadikan kita sebagai budak kapitaslime berwatak oligarki serta neoliberalisme moderen abad 21. Bagi kaum pemodal, negara harus menjadi alat mereka memberikan liberalisasi bagi perluasan jangkauan batas-batas kekuasaan modalnya, karena reinvestasi dan investasi baru merupakan strateginya. Bahkan bukan pasar yang menjadi kendala bagi mereka, karena pasar sejak awalnya selalu distimulir oleh inovasi yang menghasilakn diversifikasi produk sebagai uoput dari regulasi Omnibus Law yang akan dijadikan sebagai program Nasional Pemerintahan saat ini.
kedua, negara Tim Koordinasi Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri justru menghambat reinvestasi dan investasi baru. Padahal dalam logika kapitalisme, modal memerlukan liberalisasi yang progresif; negara perdefinisi hanyalah harus menjadi parasit penggarong pajak yang memerlukan duit sebagai upah menjadi anjing herder bagi modal, itupun sampai batas-batas dimana logika modal (tenaga produktif) belum bisa menanganinya.
Dan makna kebijakan menggairahkan investasi asing di Indonesia belum sampai pada tahap menghancurkan kendala-kendala yang menghambat kekuasaan bagi modal untuk bersaing. Kalau memang investasi asing dianggap sebagai yang paling layak, dan kalau mau terus bergerak dalam logika modal, bebaskanlah mereka masuk dan menghancurkan pemodal-pemodal tak layak, asing maupun domestik. Negara jangan menghambat persaingan mereka. Apalagi sebenarnya perspektif untuk menghancurkan investasi tak layak di Indonesia, mulai dari industri kelontongan sampai ekstraktif, masih menggiurkan apalagi bila dilihat dari segi sumberdaya alamnya. Bukan hanya itu saja dampak dari regulasi Omnibus Law akan tetapi regulasi semisal AMDAL, serta Hak-hak buru akan diekspolitatif. Dan yang paling ironisnya buru akan dijadikan sebagai alat investor asing untuk melakukan penjajahan gaya baru untuk merebut laba atau keuntungan yang besar dibangsa kita.
Maka dalam narasi sederhana saya ini, penulis mengajak kepada semua elemen, baik itu, pemerhati lingkungan, aktivis HAM, Buru, akademisi, praktisi Hukum serta aktivis kampus dan seluruh Rakyat indonesia untuk kita sama-sama melakukan perlawanan terhadap kejahatan oktor-aktor Negara yang telah berselingku dengan watak korporat asing yang ingin melakukan ekspolitasi secara masif dalam ruang parlementer serta eksekutif pemerintahan bangsa kita serta kita sama-sama menyuarakan secara forum intelektual publik dan perlementer jalanan aksi demostrasi untuk menyatakan secara tegas menolak RUU Omnibus Law diterapkan dibangsa kita karena tak sessuai dengan sosio cultul bangsa Indonesia. (***)