Harimanado.com, MANADO–Untuk kedua kalinya atau seri diksusi daring part 2 digelar lembaga yang konsen di bidang kepemiluan Netfid Sulawesi Utara (Sulut) dengan menggunakan aplikasi zoom, Sabtu (16/5). Sejumlah narasumber kawakan dihadirkan. Diantaranya Komisioner Bawaslu RI Afifuddin, Manager Konsultan SMRC Anton Miharjo, Direktur Monitoring KIPP Engelbert J Rohi dan Ketua Netfid Indonesia Dahlia Umar. Diskusi ini sendiri diikuti sejumlah penyelenggara pemilu dan pegiat pemilu.
Ketua Netfid Sulut Yardi Harun selaku pelaksana mengatakan, tema yang diangkat pada diskusi ini yakni ‘Membaca Resiko Pelaksanaan Pilkada 2020 Di Tengah Pandemik Covid 19’. Ia menjelaskan, pokok pembahasan yakni mulai dari Perppu nomor 2 tahun 2020 yang telah dikeluarkan oleh presiden dengan penegasan, bahwa pilkada lanjutan akan dilaksanakan desember 2020.
“Walaupun Perppu yang dikeluarkan oleh presiden sudah menjadi fakta hukum yang harus diterima, akan tetapi sebagian kalangan masyarakat, pemantau pemilu, dan akademisi turut mempertanyakan keputusan ini. Keputusan itu dinilai tergesa–gesa sebabnya, penyebaran pandemik Covid 19 di Indonesia belum sepenuhnya redah dan sampai hari ini pun belum ada jaminan hingga desember pandemik covid 19 akan berakhir,”ujar Yardi.
Lanjutnya, KPU sebagai pelaksana teknis pemilihan dan Bawaslu sebagai lembaga pengawas pemilihan terkesan dipaksa menerima kenyataan bekerja di tengah wabah Covid 19 dengan segala konsekuensi. Sebagaimana disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara Universitas Trisakti, Radian Syam, bahwa keterpaksaan itu berupa KPU diharuskan menyusun revisi Peraturan KPU (PKPU) yang diikuti Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) sebagai kelanjutan diterbitkannya Perppu.
“Waktu yang relatif pendek, hanya sekitar tiga pekan sebelum mulai dilanjutkannya lagi tahapan pilkada pada awal Juni. Belum lagi jika dikaitkan dengan keharusan untuk mensosialisasikan berbagai regulasi tersebut. Tidak terkecuali ke seluruh 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota,”kata Harun.
Namun, sebagai dua lembaga yang bertanggung jawab secara langsung terhadap pelaksanaan pemilihan nanti, hal ini harus dilakukan. Tentu ini merupakan posisi yang sulit bagi penyelenggara pemilu. Di satu sisi harus mengkalkulasi dampak pandemik bagi jajaran penyelenggara dan pemilih secara umum. Di sisi lain harus menyiapkan skenario terburuk untuk menjaga kualitas pemilihan agar berjalan dengan baik.
“Dengan adanya Perppu pilkada lanjutan berarti tahapan yang sebelumnya ditunda akan dilanjutkan kembali. Ada empat tahapan Pilkada yang ditunda yaitu, pelantikan panitia pemungutan suara (PPS), verifikasi faktual dukungan syarat calon perseorangan, pembentukan Panitia Pemutakhiran Daftar Pemilih (PPDP), serta kerja penyusunan dan pemutakhiran daftar pemilih.
“Akan tetapi tahapan-tahapan tersebut mengharuskan adanya interaksi fisik yang melibatkan relatif banyak orang. Jika sejumlah tahapan itu dilakukan tanpa mengindahkan protokol kesehatan, bukan tidak mungkin akan menyebabkan munculnya sejumlah kluster penularan baru Covid-19,”urainya.
Ia menambahkan, apalagi melihat budaya demokrasi elektoral bangsa kita yang punya kecenderungan ‘berkerumun’ membuat kebijakan pelaksanaan pilkada lanjutan akan mengalami kesulitan berjalan normal. Keberhasilan Korea Selatan melaksanakan Pilkada di Masa Pandemik Covid 19 bukan tanpa perhitungan yang matang.
“Pemerintah Korea Selatan mampu membangun kepercayaan dan keyakinan publik bahwa pemilihan dapat dilakukan di tengah pandemik dengan jaminan pendekatan protokol covid-19. Disisi lain tingkat kesadaran masyarakat terhadap kebijakan penjarakan sosial (social distancing) telah terbangun. Titik temu kedua hal inilah kira – kira membuat pemilu di Korea Selatan bisa dikatan berjalan dengan baik,”tandasnya.
Sementara itu, Ketua Netfid Indonesia Dahlia Umar mengatakan, diksusi-diskusi ini merupakan program lembaga yang dipimpinnya itu sendiri diberbagai daerah. Kata dia, bagaimana Netfid bersama pemangku kepentingan lainnya membaca dan memberi pikiran-pikiran terhadap kondisi dan tantangan bangsa ini dalam menghadapi pemilu khususnya Pilkada serentak kali ini.
“Kita beri penguatan terhadap tema diskusi yang digelar teman-teman Netfid Sulut. Berbagai resiko-resiko Pilkada harus menjadi obrolan serius dalam menghadapi Pilkada serentak Desember 2020 nanti. Hal ini seperti yang menjadi penilaian kebanyakan para pakar Pemilu di Indonesia. Kita harapkan seri-seri diskusi seperti ini dapat terus dilakukan dengan mengangkat tema-tema sesuai situasi dan kondisi pada tahapan Pilkada nanti,”tandas mantan Komisioner KPU DKI Jakarta itu.(tr9/fjr)