harimanado.com
Selalu Ada Yang Beda
PLN
how to make a woman squirt.like it https://www.weneedporn.online
like itjav the thai massage.
nude milfs

74 Tahun HMI; Jangan Lelah Berinovasi

Oleh: Masril Karim Ketua Umum HMI Manado 2015-2016

5 Februari 1947 adalah tahun kelahiran Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dibentuk  kanda Lafran Pane dan kawan-kawannya di Jogjakarta.

Tepat 5 Februari 2021 HMI telah berusia 74 tahun. Jika diibaratkan manusia, usia  74 tahun sudah cukup tua,.

Daya kekuatan pada tubuh mulai hilang, pikiran-pikiran segar tidak lagi muncul. Usia yang tidak begitu produktif untuk ukuran manusia, jika itu diandaikan pada HMI maka kemungkinan mirip seperti itu.

Tapi jika HMI diumpamakan seperti kapal, maka mirip kapal tua (bekas) yang tak layak lagi dioperasikan tetapi dipaksakan.

Ini akibatnya para penumpang akan berlarian keluar dan melompat ke dermaga dan meminta pertolongan karena kapal akan tenggelam.

Hampir miirp kisah kapal di zaman Cicero yang dilukiskan oleh Robert Harris novel triloginya “Imperium”, “Consprata” dan “Dictator”.

Para kader (penumpang) yang sementara menaikkan kapal (HMI) pelan-pelan mulai melompat dari kapal karena merasa akan karam.

Dua analogi yang sederhana itu bukanlah akhir dari HMI jika kita tidak ingin nasib HMI seperti itu.

Tetapi kondisi HMI memang mirip sepert itu. Itulah sebabnya penting bagi kita untuk mengambil peran menyelamtkan HMI.

Menyelamatkan HMI tidak hanya sekedar agenda tahunan seperti kongres, konfrensi dan RAK (rapat anggota komisariat), tetapi menyelamtkan HMI harus dengan menumbuhkan ide dan pikiran yang serius dari para kader.

Ide dan pikiran yang serius tidak hanya sekedar berakhir pada dialog dan seminar yang sifatnya seremoni belaka tidak memiliki keseriusan dan langkah kongkrit.

Tema-tema yang diusung terkesan hanya sekedar gagah-gagahan tidak mengkonkritkan itu dengan langkah serius. Hal ini banyak dilakukan pada Pengurus Besar (PB) HMI hingga ke komisariat.

Kita tentu ingat, bagaimana Cak Nur (Nurcholis Madjid)  dengan gagasan pembaharuan Islamnya bisa membawa terobosan baru untuk corak pemikiran Islam Indonesia ketika itu.

Cak Nur and the gang menyusun konsepnya dengan penuh keseriusan tidak hanya berhenti pada forum-forum dialog dan seminar tetapi menggerakan pikiran-pikiran itu dengan HMI dan akhirnya menjadi agenda bersama di dalam tubuh HMI.

Kita memang kehilangan agenda besar dalam tubuh HMI, kita terlalu banyak bernostalgian pada masa lalu dan akhirnya lupa pada realitas hari ini. Jika berkaca pada realitas HMI hari ini, justeru terjebak pada agenda-agenda praktis kader HMI baik di puncak PB HMI hingga pada level Cabang dan bahakan Komisariat. Saya membayangkan ketika ramai-ramai para kader dengan bangganya masuk pada jajaran structural PB HMI hingga Cabang dan Komisariat membawa ide dan pikiran-pikiran besar untuk membangun HMI ternyata “tidak”, justeru hanya sekedar gagah-gagahan dan memikirkan hal praktis untuk bertahan hidup di Jakarta dan di kota.

Program-program yang diusulkan hanya bersifat praktis-jangka pendek yang kemungkinan ujungnya soal proposal bagi-bagi duit. Jika sudah begitu, apa yang perlu dibanggakan dengan HMI hari ini?.

*Dualisme Yang Merusak HMI*

Bukan HMI namanya jika tidak memunculkan dualisme, barangkali penggalan kalimat itu cocok untuk melihat dualisme HMI sekrang ini. Seakan-akan HMI memang melahirkan kader yang memikirkan tentang dualisme. Pada periode ini, memunculkan dualisme yang berulang kali, seperti mislanya duliasme antara Saddam Aljihad dan Arya Kharisma Hardy. Dan sekarang muncul lagi dulisme antara Arya dan Abdul Muis. Saya tidak tahu persis apa penyebab dualisme itu, yang jelas sampai hari ini kedua kubu saling mengkalim soal kebenaran aturan dalam HMI.

Andai saja dua kepemimpinan dan mentor-mentornya memilih untuk meninggalkan egonya masing-masing dan duduk bersama-sama untuk memperbaiki HMI, barangkali tidak akan terjadi seperti ini. Sayang sekali kedua kepemimpinan dan mentor-mentornya lebih memilih merusak wajah HMI ketimbang menyelamtkan HMI. Yang satunya sedang mempersiapkan Kongres di Surabaya, yang satunya lagi sedang memikirkan langkah-langkah apa yang diambil dalam waktu dekat Ketika Kongrse Surayabaya akan berjalan.

Kader akhirnya bingung, kepada siapa kita harus berpihak. Akhirnya muncula dualisme pada cabang juga komisariat. Jika sudah begitu, kita mesti menyalahkan pada siapa?.

HMI akhirnya kehilangan arah, beragam masalah yang membutuhkan HMI untuk tampil justeru malah absen dan memilih diam. Sebut saja kasus HAM, perusakan lingkungan atas nama ivestasi/pertambangan, kasus penangkapan aktivis dan berbagai masalah yang terjadi akhir-akhir ini HMI malah memilih diam. Padahal HMI punya bidang pertambangan tetapi tidak pernah melakukan advokasi atas masalah pertambangan, begitu halnya dengan HAM dan lingkungan hidup yang tidak pernah secara serius HMI melakukan advoksi.

Pada masalah-masalah keumatan/kebangsaan HMI banyak absen dan tidak melibatkan diri secara organisatoris tetapi selau mengangkat tema-tema tentang keuamatan yang pada akhirnya semua hanyalah omong kosong.

Karena itu, kalian para kader yang serius melakukan pendampingan dan advokasi atas beragama masalah keumatan yang terjadi hari ini, jangan pernah berharap HMI secara organisatoris akan mendukung langkah itu. Yang terjadi justeru munculnya transaksional diantara elit PB HMI hingga pada level cabang dengan elit kekuasaan negara yang berfailisasi dengan para oligraki yang menjadi penyebab masalah keumuatan di negeri ini.

*HMI Yang Makin Tertinggal*

Sudah 74 tahun usia HMI. Itu artinya kurang lebih 26 tahun lagi HMI akan masuk pada usia 1 abad. Dalam menuju 1 abad HMI, beragam persoalan yang muncul dalam internal HMI mulai dari tertinggalnya tatakelola organisasi berbasis teknologi di abad 21 hingga pada menurunnya tradisi intelektulitas kader HMI.

Banyak kasus beragam organisasi bisnis terpaksa harus gulung tikar karena tidak mampu adaptif  dengan kebaruan zaman. Tentu, kita tidak ingin nasib HMI seperti itu, karena itu, kata kunci membangun HMI di era digital menuju 1 abad HMI adalah “inovasi”.

Inovasi adalah kunci untuk membangun HMI hari ini. Meski kaderisasi terus jalan, tanpa inovasi, HMI akan tertinggal, karena, produk-produk yang dihasilkan tidak memunculkan hal baru dan pada akhirnya tidak ada lagi yang menaruh minat. Seperti pada kasus Nokia dan Sonny Ericson yang terpaksa harus gulung tikar karena tidak memiliki inovasi baru dalam produk-produknya.

HMI harus berani keluar dari pakem lamanya yang selama ini terjebak dengan aktivitas nostalgia masa lalu, perkaderan yang selalu mengandalkan cerita kebesaran masa lalu haruslah mulai ditinggalkan. Inovasi perkaderan amatlah begitu penting. Materi-materi perkaderan yang selama ini mengdepankan tradisi pemikiran abad 19 dan 20 sudah mestinya update pada tradisi pemikiran abad 21 tentu tanpa mengenyampingkan tradisi pemikiran lama.

Itulah sebabnya, pada momentum 74 tahun HMI tidak cukup hanya dirayakan dengan acara-acara sermoni seperti biasanya. Haru berani mengevalusi secara total dan merombak kultur lama yang merusak wajah HMI yang menyebabkan HMI makin tertinggal, meminjam istilah Satya Nadella HMI harus di hit refreshkan atau dalam bahasa Arif Satria HMI harus di re – instal kembali dengan pendekatan dan model baru yang berbasis riset dan teknologi. Tentunya pendekatan dan model baru harus selalu mengedepankan corak pemikiran baru. Hal itu bisa kita wujudkan kecuali kita siap dan mau memulai dengan kultur baru dan itu harus dimulai dari elit PB HMI hingga pada tingkatan komisariat, jika tidak, selamanya HMI akan menjadi organisasi yang hanya sebatas perkumpulan bukan lagi menjadi laboratorium intelektual mahasiswa Islam.
Padahal, HMI punya banyak kader yang memiliki banyak kemampuan, tetapi sayangnya keunggulan dan kemampuan para kader itu tidak didukung dengan baik dalam hal pengembangan diri dalam HMI, yang akhirnya menyebabkan empati para kader terhadap HMI pelan-pelan mulai hilang dan mencari tempat yang lain untuk belajar.

Karena itu, pembaruan terhadap HMI wajib untuk kita lakukan agar bisa melahirkan kader yang istilah David Epstein pada bukunya “Range” generalis bukan kader yang hanya spesialis pada satu bidang.  Kader generalis adalah mereka yang kreatif (inovasi) yang tidak hanya spesialis pada satu bidang tetapi mencoba pada banyak bidang bukan hanya berfokus memperdalam pada satu bidang pengetahuan tertentu. Epstein mengumpamakan itu dengan komputer. Ketika sejumlah pakar mengotak-ngotakkan keahlian sementara komputer memiliki kemampuan lebih banyak bila diopereasikan oleh orang-orang sangat fokus, orang yang berpikir secara luas serta merangkul keberagaman pengalaman dan perspektif akan semakin berkembang.

SELAMAT MILAD HMI

Leave A Reply

Your email address will not be published.