KIP Sulut Menangkan LSM Punyanya Daeng Anto, Kemenag Sulut Tempuh Jalur Hukum

Harimanado.com.MANADO – Sengketa informsi antara LSM RAKO (Relawan Antikorupsi) versus Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Sulawesi Utara diakhiri dengan kemenangan LSM Rako. LSM ini dibentuk Aryanto Nanga, sehari hari saudagar coto makasar di Manado.

Hasil putusan majelis komisioner Komisi Informasi Publik (KIP) Sulut, pihak termohon Kemenag Sulut harus menyerahkan semua dokumen biaya lokal haji Sulut di sidang akhir Rabu (15/10/2024).

Bacaan Lainnya

Putusan ini tidak diterima Kemenag Sulut. Menurut Kepala Bidang Haji Umrah Kemenag Sulut Hi Wahyudin Ukoli mereka akan menempuh langkah hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Alasan Wahyudin, substansi materi yang disengketakan LSM Rako sesungguhnya tidak termasuk dalam ranah kewenangan KIP karena tidak memiliki kompetensi absolut.

Sebab yang disengketakan oleh LSM Rako adalah informasi terkait biaya lokal. sementara biaya lokal itu adalah biaya yang dikumpulkan oleh jamaah sendiri, bukan bersumber dari keuangan negara APBN atau APBD Sulut.

“Yang disengketakan itu adalah informasi terkait biaya lokal, bukan APBN dan bukan juga APBD. Besarannya merupakan hasil kesepakatan antarjamaah, bukan dana pemerintah,” jelas Wahyudin.

Ia menambahkan, berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), setiap perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai hukum bagi para pihak yang membuatnya. Dalam hal ini, kata Wahyudin, perjanjian dilakukan antara perwakilan jamaah dengan jamaah itu sendiri.

Lebih jauh, Wahyudin menjelaskan, materi yang disengketakan terkait dengan informasi biaya lokal penyelenggaraan ibadah haji, yang semestinya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Namun karena belum adanya peraturan daerah (Perda) pada tahun 2024, dan dengan pertimbangan efisiensi pada tahun 2025, biaya tersebut belum dapat sepenuhnya ditanggung Pemerintah Daerah, akhirnya biaya tersebut ditanggung langsung oleh para jamaah itu sendiri.

“Sederhananya, itu uang jamaah sendiri, hasil rapat dan kesepakatan mereka. Misalnya kita berempat sepakat kumpul uang untuk pergi ke luar daerah, lalu kita percayakan uang itu untuk bayar tiket, makan, dan penginapan kepada seseorang. Kok hasil kesepakatan itu harus dipublikasikan ke umum? Kan tidak, itukan uang kita sendiri, bukan uang negara,” ujar Wahyudin dengan dialek khas Manado.

Ia menegaskan, Komisi Informasi memang memiliki kewenangan menyelesaikan sengketa informasi, namun dalam kasus ini, karena objek sengketanya bukanlah biaya yang bersumber dari keuangan negara, maka sesuai pasal 1 ayat 3 UU no 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik disebutkan badan publik adalah lembaga Eksekutif, Legislatif, Yudikatif, dan badan lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Dalam pasal tersebut lanjut Wahyudin, jelas bahwa yang dapat dijadikan objek sengketa adalah informasi terkait pengeloaan anggaran yang bersumber dari APBN dan APBD.

“Kami hormati putusan majelis, tapi kami menilai ini pelu diuji kembali. Karena putusan majelis sama sekali tidak mempertimbangkan keterangan maupun keberatan yang disampaikan secara lisan maupun tertulis dari pihak termohon dan tidak sesuai dengan fakta-fakta persidangan, maka kami akan ajukan langkah hukum ke PTUN,” pungkas Wahyudin.(ham)

Pos terkait