PDIP-Nasdem Sulit Kawin, Ini Analisa Pengamat Politik Sulut

Ketua Umum PDIP Megawati dan Ketum DPP Partai Nasdem Surya Paloh
Ketua Umum PDIP Megawati dan Ketum DPP Partai Nasdem Surya Paloh

Harimanado.com, MANADO–Tensi politik antara kedua Partai pengusung Jokowi-Ma’ruf Amin yakni Nasdem dan PDIP kian meninggi.

Paling santer saling sindir antara Jokowi dan Surya Paloh baru-baru ini tak terelakan.

Bacaan Lainnya

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menyebut orang nomor satu di Partai yang bermarkas di jalan Gondangdia tersebut terlihat begitu mesra saat bertandang ke kantor PKS.

Sebaliknya Paloh balik menyinggung bahwa kunjungannya itu terlalu dicurigai.

Situasi ketegangan ini dinilai akan berdampak pada Pilkada 2020 mendatang khususnya di Sulut.

Pengamat Politik Unsrat Donald Monintja menilai, indikasi pecah kongsi antara PDIP dan Nasdem, apalagi akan berhadapan dalam Pilkada adalah hal yang biasa dalam politik.

“Karena memang setiap Parpol itu punya kepentingan masing-masing. Apalagi menyangkut porsi kekuasaan,” katanya, tadi malam.

Menurutnya, malah akan menarik untuk diikuti kalau dua partai ini akan berhadapan.

Kalau di Golkar, Gerindra atau partai lainnya, dinamika ini saling berhadapan sudah biasa sekali.

“Mungkin yang perlu sekarang adalah persiapan masing-masing partai dalam menghadapi Pilkada,” sebut Monintja.

Terpisah, Direktur Tumbelaka Institute Taufik Tumbelaka mengutarakan, adanya kesan tidak harmonisnya PDIP dan Nasdem di tingkat nasional telah menimbulkan sejumlah spekulasi.

Dimana diprediksi akan berimbas dalam Pilkada di Sulut.

“Tentunya spekulasi ini sah-sah saja. Dikarenakan memang ada potensi akan terjadi walaupun diketahui PDIP dan Nasdem termasuk dua parpol utama pengusung sekaligus pendukung Jokowi,” urainya.

Lanjutnya, namun dalam dunia politik praktis bisa saja terjadi hal diluar itu.

Dikarenakan ‘pecah kongsi’ atau pecah koalisi bisa saja terjadi karena kepentingan politik.

“Hal ini sudah terjadi dilevel pusat ketika Ketum Gerindra diakomodir dalam kabinet atau di level daerah Sulut telah terjadi koalisi antara PDIP dan Demokrat dalam penentuan Alat Kelengkapan Dewan di Minsel.

Padahal di level nasional diketahui kedua parpol itu tidak seiiring
sejalan,” bebernya.

“Intinya dalam politik semua tidak pasti dan semua berpulang kepada kepentingan politik terkait suatu momentum politik,”kunci Tumbelaka.

Di tempat lain Pengamat Politik Ferry Liando menilai pengaruhnya tidak akan mungkin sampai ke daerah.

Sebab, koalisi parpol di Pilakda hanya diukur dari peluang. Jika peluangnya ada maka koalisi pasti terjadi.

Sebagian besar di DPRD Kabupaten/Kota di Sulut perolehan kursi Nasdem sangatlah sedikit dan tidak memenuhi ambang batas yakni 20 persen kursi sebagai syarat pencalonan oleh parpol.

“Maka terlalu sulit bagi Nasdem untuk tidak berkoalisi. Sehingga jika ada peluang maka koalisi amat sulit dihindari.

Jadi koalisi itu bagi Nasdem adalah untuk menyelamatkan diri. Kalau tidak Nasdem tidak akan mendapat apa-apa,”ujar dosen pascasarjana itu tadi malam.

Saat ditanya pertikaian antara kedua Partai tersebut di level nasional, Liando menyebutkan, kemungkinan berebutan untuk jabatan-jabatan tertentu di Kementerian seperti Jaksa Agung.

Kemudian, mungkin terlalu dominannya PDIP dalam mengintervensi kabinet dan
merugikan Nasdem yang tidak memperoleh jumlah yang sama seperti PDIP.

“Kemungkinan karena Nasdem terlalu cepat mendeklarasikan Capres tahun 2024 dan PDIP merasa terganggu karena PDIP sudah punya calon sendiri,”tandas Liando.

Sementara itu, Ketua Bappilu Nasdem Sulut Moktar Parapaga menegaskan, isu tersebut tak betul.

“Isu-isu itu tidak betul. Sedangkan calon yang akan maju dalam pilkada dan pendaftaran calon saja belum ada.

Bagaimana mau perang terbuka?” tegasnya.

Ia mengungkapkan, dalam politik semua bisa terjadi.

Termasuk koalisi antara Nasdem dengan PDIP.

“Jadi tidak ada ketegangan antara Nasdem dengan PDIP. Ibu Mega dan Bapak Surya Paloh juga sekarang sedang mesra-mesranya,” tutup Parapaga.(**)

Pos terkait