Oleh : Dahlan Iskan
Saya harus memuji susunan kabinet baru ini. Berarti saya harus memuji
yang menyusunnya: Presiden Joko ‘Jokowi’ Widodo.
Tentu tidak memuaskan semua orang. Apalagi semua partai.
Tapi terlihat Presiden Jokowi bisa keluar dari tekanan banyak pihak.
Memang Luhut Panjaitan masih terlihat dominan. Jabatan lamanya tetap:
Menko Kemaritiman.
Membawahi ESDM dan kelautan. Bahkan ditambah bidang investasi. Tapi –dari kacamata presiden– itu pilihan yang tepat.
Luhut bisa jadi bumper untuk berbagai tekanan. Dari perorangan maupun
politisi. Termasuk dari parlemen.
Ia tipe orang yang menyediakan diri untuk jadi benteng.
Demi kepentingan seorang presiden. Menteri agama juga orangnya Luhut
Panjaitan.
Meski resminya orang Partai Hanura. Penetapan Fachrul Razi sebagai menteri agama bisa menghilangkan tekanan kiri kanan
–Muhammadiyah atau NU. Ia seorang jenderal. Kopassus. Purnawirawan.
Taat beragama.
Dari Aceh pula. Kini menteri agama kembali di tangan
tentara. Jenderal Fachrul Razi merupakan tentara ketiga yang menjadi
menteri agama. Setelah Alamsyah Ratu Perwiranegara dan Tarmizi Tahir.
Presiden juga berhasil menjaga Kementerian ESDM tetap di tangan
profesional. Tentu ESDM menjadi incaran banyak politisi.
Tapi dipilihnya Arifin Tasrif sangat tepat.
Hubungannya dengan Jepang sangat baik. Ia kini masih duta besar
Indonesia di Jepang. Kemampuan manajerialnya luar biasa. Ia adalah
Dirut Petrokimia Gresik yang kemudian menjadi Dirut Holding Pupuk
Indonesia.
Dalam jabatannya itu ia membeli perusahaan asing –menjadi perusahaan
nasional. Tanpa banyak publikasi. Ia unggul dalam memanusiakan
manusia. Ia tahu persoalan energi nasional. Yang sakti adalah Sofyan
Jalil. Menteri Agraria lama dan baru. Orang Aceh ini dua kali jadi
menteri di zaman Presiden SBY. Dua kali pula menjadi menteri di zaman
Presiden Jokowi.
Bagaimana dengan Menteri BUMN? Erick Thohir pilihan tepat. Muda dan
berjasa –bagi Jokowi. Ia mengorbankan persahabatannya dengan Sandi
Uno untuk menjadi ketua tim pemenangan Jokowi. Semula saya ragu Erick
mau menjadi menteri. Ia orang yang tidak kurang apa pun. Dari grup
perusahaan yang begitu besar: Adaro.
Saya berdoa agar Erick selamat. Dari jerat birokrasi. Dan dari balas
dendam siapa pun. Erick orang yang pandai membuat orang tidak
tersakiti. Ia sangat pandai merangkul orang. Kalau sampai ia jadi
korban birokrasi sungguh sayang: kita kehilangan pebisnis hebat. Yang
niatnya mengabdi tapi terbalas tuba. Mahfud MD akhirnya mendapat
tempat di Menko Polhukam. Setelah gagal jadi cawapres. Inilah pertama
kali Menko Polhukam bukan tentara.
Presiden Gus Dur telah memberikan bekal dalam CV Mahfud MD. Sehingga
dianggap punya track record untuk jabatan barunya. Gus Dur pernah
mengangkatnya menjadi menteri pertahanan. Menteri pertahanan pertama
yang sipil.
Di era demokrasi, tentara memang harus di bawah sipil. Itulah mimpi
demokrasi Gus Dur. Dan lagi tantangan keamanan ke depan adalah
sipil-sipil. Ekstrimis, kesukuan, kesenjangan kaya-miskin, tidak
tegaknya hukum.
Itu bidang yang dikuasai Mahfud. Toh menteri pertahanannya sudah
‘orang kuat’: Prabowo Subianto. Menko bisa lebih fokus ke soal
keamanan non militer itu dan pembenahan hukum itu. Bagaimana dengan
dipilihnya Kapolri Tito Karnavian sebagai menteri dalam negeri?
Kelihatan sekali presiden juga bisa berkelit untuk pos ini. Dari
tekanan politik. Pastilah PDI-Perjuangan sangat mengincar posisi ini.
Saya pun merasa PDI-Perjuangan punya ‘hak’ jatah Mendagri itu. Sebagai
partai pemenang pemilu.
Tapi PDI-Perjuangan mestinya juga tidak kecewa. Jenderal Polisi Tito
sudah membuktikan keloyalan politiknya. Terbukti saat Pemilu yang
lalu. PDI-Perjuangan mestinya bisa memegang Tito untuk Pemilu yang
akan datang. Ia bisa jadi buldozer. Di zaman demokrasi pun buldozer
masih diperlukan rupanya.
Bagaimana dengan Jaksa Agung? Presiden ternyata juga mampu menghindar
dari tekanan kiri-kanan. Terutama dari dua tokoh utama dalam koalisi:
Megawati dan Surya Paloh. Lewat medsos kita tahu: terjadi semacam
rebutan untuk posisi itu.
Selama ini jaksa agung adalah orangnya Surya Paloh. Maka haknya pula
untuk mempertahankan posisi itu. Agar tetap di tangannya. Sebaliknya
Megawati. Pasti tidak ingin jaksa agung kembali ke Nasdem. Terlalu
banyak kader PDI-Perjuangan pindah partai. Karena takut jadi
tersangka.
Presiden berhasil keluar dari tekanan itu. Pilih orang ketiga: ST
Burhanuddin. Ia terpaksa pulang kandang ke almamaternya. Yang menarik
adalah jabatan menteri pendidikan. Dipegang millenial: Nadiem Makarim.
Kemampuannya dalam decacorn sudah terbukti luar biasa. Yang terbaik di
Indonesia.
Kini Nadiem memasuki birokrasi. Mendiknas adalah birokrasi terbesar.
Dengan anggaran terbesar. Pun rentang kendalinya. Yang sangat luas. Di
tangan Nadiem mungkin begitu banyak yang bisa disederhanakan.
Setidaknya itulah ekspektasi banyak orang.
Kita doakan Nadiem. Agar tetap bisa bergerak lincah. Di tengah belitan
kawat-kawat berduri birokrasi. Tentu bidang pendidikan hal baru
baginya. Tapi Menko yang membawahinya: Muhajir Effendy. Yang selama
ini menjabat Mendikbud.
Memang banyak pertanyaan: mengapa Susi Pujiastuti yang populer itu
tidak diangkat lagi? Tentu sudah banyak yang tahu: dia dianggap sulit
diajak koordinasi oleh Menkonyi. Rumornya begitu seru: tidak mau
diajak rapat. Bu Susi dikenal sangat berprinsip. Nasionalis. Juga
sangat berprestasi. Boleh dikata penangkapan ikan oleh perahu asing
tidak ada lagi. Ikan menjadi begitu banyak di laut. Tapi pusat ikan
di Bitung menjerit. Tidak dapat ikan. Demikian juga pusat ikan
lainnya. Ikan memang menjadi banyak. Tapi untuk apa kalau tidak
ditangkap? Begitu gurauan yang meluas.
Bagaimana dengan tim ekonominya? Menkonya bukan ekonom-teknokrat:
Airlangga Hartarto dari Golkar. Menteri perdagangannya: Agus
Suparmanto dari PKB. Menteri perindusteriannya: Agus Gumiwang
Kartasasmita dari Golkar. Menakernya Ida Fauziah dari PKB. Menteri
pertaniannya Syahrul Yasin Limpo dari Nasdem. Hanya menteri keuangan
yang teknokrat: Sri Mulyani. Tapi ini memang bukan tahun ekspansi
ekonomi. Ini tahun-tahun konsolidasi. Limpo misalnya, adalah pekerja
keras. Juga penerobos. Ia banyak akal.
Yang juga jadi pertanyaan: mengapa ide menlu merangkap menteri
perdagangan tidak jadi direalisasi. Ide itu sebenarnya sangat modern.
Juga mengapa percobaan menristek jadi satu dengan pendidikan tinggi
dipisah lagi. Gagal? Pendidikan tinggi dikembalikan lagi ke Diknas.
Dari segi kebersamaan, kabinet ini seperti hujan yang merata.
Kekompakan kelihatan lebih utama. Tinggal adakah oposisi? PKS sudah
pasti. Apakah partai lain –yang tidak masuk kabinet– akan oposisi?
Kalau pun mereka itu beroposisi kelihatannya akan berjalan
sendiri-sendiri.(Dahlan Iskan)