Wacana radikalisme yang disuarakan pemerintah menuai kontroversi. Muncul dugaan ini proxy negara untuk alihkan masalah.
Namun ada juga mengakui radikalisme itu fakta. Untuk mencairkan polemik ini, KAHMI Manado coba merajut gagasan para aktivis dalam diakusi Pengajian Inklusive bertema Proxy Radikalisme Fiksi atau Fakta?
=================
ISU RADIKALISME : Salah satu aktivis Fadly Kasim (Wakil Ketua PMuslimin Sulut) memberi tanggapan soal proxy radikalisme di Warkop 69, Jumat pekan lalu.(sumber:hm)
MENGUNYAH menu radikalisme tak pernah membosankan. Waktu dua jam tidak cukup rasanya bagi puluhan aktivis muda untuk menemukan titik temu tentang radikalisme fiksi atau fakta.
Diskusi yang diramu KAHMI Manado di sebuah warung kopi 69, Perkamil, Jumat (8/11) sore melahirkan dua pandangan berbeda.
Malah Pemantik dialog Anis Toma MAg mengakui radikalisme ini proxy. Bisa hanya fiksi dan bisa menjadi fakta.
“Saya pun tidak berani menyimpulkan apakah radikalisme ini sengaja diciptakan oleh kelompok tertentu atau memang negara melihat ada gejala radikalisme di tengah warga,”tandas Kepsek MIN 2 Manado.
Pengajian yang dipandu moderator Rizaldy Pedju MH diawali penjelasan Presidium Kahmi Manado Idham Malewa.
Kata Idam, radikalisme menjadi boming di mana-mana. Makin masif di era pemerintahan Jokowi jilid 2. Melalui Menkopolhukam dan menteri agama.
“Pengajian bulanan ini adalah kerinduan bagi Alumni HMI Kota Manado guna menjalin silaturahmi dan peka terhadap tema kontekstual. KAHMI mampu menjawab tantangan sebagai agen of changes yang progresif,”tuturnya.
Selainitu, jurnalis senior ini menegasikan agenda tradisi intelektual tak ada kaitan dengan
Muswil KAHMI Sulutdan agenda politik 2020,.
Rizaldy mengantar diskusi dengan sedikit mengurai definisi radikal (radiks).
“Isu radikalisme di Indonesia mulaimengundang keresahan. Isu initerusberkembang dan dianggap gerakan yang dapatmerenggangkanintegritas bangsadan bernegara,”jelas dosen muda IAIN Manado.
Pengajian perdana KAHMI Manado setelah istirahat selama setahun lebih, dihadiri puluhan aktivis muda.
Di antaranya Sekretaris PPP Sulut Agus Abdullah, Wakil Ketua KNPI Sulut Iswadi Amali, Wakil Ketua Pemuda Muslimin Sulut Fadly Kasim,
Ketua BM PAN Sulut Faisal ‘bang Toyib’ Salim, Sek BM PAN Gilang Ramadhan, Ketua Tidar Sulut Syarif Darea,
Sekum PAN Manado/KAHMI Minut Ronal Salahuddin, Aktivis Muhammadiyah Jeffry Alibasyah, Komisioner Bawaslu Bitung Zulkifli Densi, Hadi,
Ketua Bawaslu Boltim Haryanto, Ketua Prisma Sulut Dr Mardhan Umar, Wakil Dekan Tarbiyah IAIN Manado Dr Feiby Ismail
dan para aktivis Suling Manado. Dari KAHMI ada Anggota Presidium KAHMI Manado Fadilab Polontalo dan dr Zainal Ginsu, Sekum KAHMI Manado Mazhabullah Ali serta Ketum HMI Manado Iman Karim dan pengurus HMI Manado lainnya.
Anis membuka dialog dengan menegaskan makna radikal sesungguhnya.
Radikal secara etimologi adalah hal secara mendasar (principle).Radikalisme perlu dipandang dari 2 kacamata yang berbeda. Radikal positif dan serta radikal negative.
“Radikal Positif maksudnya adalah secara mendasar kita pegang sebagai suatu prinsip hidup kita, misalnya terkait keyakinan (iman), nasionalis dan hal-hal prinsip lain terkait kemanusiaan.
Sedangkan negatif maksudnya prinsip kita yang paling benar dan prinsip orang lain salah atau dalam Islam kita bisakatakan mudah mengkafir–kafirkan orang yang berbeda madzab ataualirandengankita,”tutur mantan Ketua Komisariat IAIN Manado ini.
Anis menyentil mengangkatsejarahdalamdi zaman sahabatnabitelahadaperistiwa yang melatarbelakangikelompok yang melahirkangerakan radikal.
“MisalnyaperistiwalahirnyakelompokKhawarij , antarakelompokMuawiyah dan Ali bin AbiThalib. Khawarijmerupakansuatu kelompok/aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang kemudian keluar dan meninggalkan barisan karena ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim), dalam perang Shiffin pada tahun 37 h/648 Mdengan kelompok Muawiyah bin Abu Sufyanpersengketaan khalifah.
“Ada juga Peristiwa11 September 2001 di Amerika mengakibatkanruntuhnya Gedung WTC oleh kelompokAl-Qaeda dipimpin oleh Osama Bin Laden. Dari sini lahir stereotipbahwa Islam identikdengan radikalsehinggalabel itumenyebar yang akhirnya lahirnIslamophobia,”tandasnya.
Anis mengatakan ada 4 Faktor benih radikalisme.
FaktorEkonomi, Politik, Psikologi dan Pendidikan. Keempatfaktorinibisa jadi faktorutamasuatuindividuataukelompokmenjadiradikal.(Bersambung)