Anggota Komisi 3 Sebut Putusan MA, Sulit Jegal Elly-Mochtar

Harimanado.MANADO— Putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan SK Mendagri 2017  terkait periode bupati Elly Lasut memantik reaksi Anggota Komisi 3 DPR RI Hillary B Lasut.

 

Bacaan Lainnya

Politisi muda Fraksi Nasdem agak menyayangkan MA terbitkan putusan nomor 584 K/TUN/2019, 6 Desember 2019 yang membatalkan SK Mendagri 131.71-3241 tahun 2017 tentang Perubahan atas Keputusan Mendagri No. 131.71-3200 tahun 2014 tentang Pemberhentian Bupati Kepulauan Talaud.

Foto: Hillary B Lasut
Foto: Hillary B Lasut

Anggota Komisi Bidang Hukum
Dalam postingannya di facebook, menyebut putusan TUN MA adalah memerintahkan Kemendagri untuk mengubah dan/atau membatalkan SK Mendagri tentang waktu pemberhentian Elly Engelbert Lasut (E2L) sebagai kepala daerah.

 

“Jadi Kewenangan merubah tetap ada pada Kemendagri. Bagaimana jika Kemendagri tidak merespons, karena SK dianggap sudah benar?” tulisnya.

 

Dijelaskan, perubahan atas SK Mendagri menjadi kewenangan Mendagri. Termasuk  jika hanya mengubah nomor surat keluar atau menambahkan dasar-dasar hukum. Namun isinya tetap sama, itu sudah termasuk kategori mengubah SK Mendagri.

 

“Ingat Asas Contrarious Actus. Bahwa pembatalan dan/atau perubahan produk SK adalah kewenangan institusi yang mengeluarkan produk hukum tersebut. Contoh, keputusan kepala sekolah tentang ijazah, tidak dapat diubah oleh polisi atau pengadilan. Karena itu menjadi kewenangan sekolah,” tekannya.

 

Diungkapkan, Hillary, jika dalam waktu 60 hari Kemendagri tidak melaksanakan  keputusan MA, maka keputusan MA dianggap tidak pernah ada. Dan Kemendagri harus membayarkan uang sejumlah Rp 2 jt sebagai ganti tidak dilaksanakannya keputusan MA tersebut.

“Keputusan TUN MA Tidak berlaku surut. Karena peradilan pilkada di Talaud memiliki mekanisme sendiri. Yaitu, jika ada keberatan mengenai SK Mendagri, maka gugatan harus di mulai lewat Bawaslu provinsi melalui sidang ajudikasi. Selanjutnya banding dan inkrah di PT TUN Makassar. Jika mekanisme ini tidak dilalui, maka produk KPU dianggap inkrah,” tegasnya.

 

Lanjutnya, keputusan MA jika dilaksanakan oleh Kemendagri dan mengubah pemberhentian E2L menjadi 2014, maka hanya akan berlaku jika E2L akan mencalonkan diri sebagai bupati atau wali kota pada periode Pilkada 2020.
“Dan tidak berlaku pada Pilkada 2018, karena putusan MK dan KPU sudah inkrah. Sehingga tidak memengaruhi pelantikan E2L sebagai bupati,” tegasnya lagi.

 

“Kasus ‘putusan MA kontroversial’ seperti ini, terjadi di banyak pilkada. Antara lain seperti Pilwako Depok, Pilgub Kalsel dan Lampung. Namun, semua tetap di lantik oleh Kemendagri,” sebut Hillary.

Ditambahkan, keputusan TUN MA tidak berkaitan dengan keputusan hasil pilkada yang dikeluarkan oleh KPU dan MK.

 

“Kesimpulan, ada tidaknya keputusan MA, tidak berpengaruh pada legalitas hasil pilkada di Talaud. Dan pasangan bupati dan wabup terpilih, harus segera dilantik,” kunci Hillary.(ian)

Pos terkait