oleh: Muhammad Nur Andi Bongkang
SUDAH 11 bulan kita berjibaku dengan segala urusan duniawi.
Dan selama itu pula terkondisikan dengan segalarutinitas bernilai kuantitatif atau materialistik.
Pola hidup kita bagai mesin, hanya berputar-putar dari pekerjaan satu ke sibukan lainnya.
Di beberapa negara yang gila kerja sudahlumrah kita mendengar bahwa akhir minggu adalah hari istimewa.
Mereka mengendorkan segala urat syaraf dari kekusutan dunia kerja beralih secara drastis ke hiburan.
Minum hingga mabuk untuk menghilangkan kepenatan hidup dan semua target produksi yang masih menempel di kepala.
Akhir minggu Harus digunakan semaksimalmungkin karena pada senin keesokan harinya, roda rutinitas kembali berjalan.
Kalaulah kegilaan itu dienyahkan, selama tidak mengaitkandiri pada wilayah spiritual, kita akan kembali pada kegilaan yang lain lagi.
Untuk kalangan menengah atas, ritual kegilaan sering ditumpahkan ke kafe dan discotik untuk berfoya-foya.
Bahkan beberapa waktu lalu di negeri kita ada gila pemilu, gila pilpres dan pasca bencana alam juga PHK, ada juga yang gilasungguhan.
Di titik pusar semua kompleksitas dunia modern ini, umat Muslim bersyukur ada Ramadhan. Bulan suci ini masa bulan madu spiritual, sebuah perhentian dari sebelasbulan yang “penuh” dengan noda.
Inilah masa perhentian tempatkita melakukan evaluasi dan menyadari bahwa diantara setiapwaktu kerja kita, harus ada sedikit nafas dan ruang untukrelaksasi dan kontemplasi spiritual.
Bahwa semua mesin tubuhkita yang setiap hari tidak berhenti bekerja dan mengkonsumsisegala macam jenis makanan perlu diistirahatkan.
Ramadhan adalah masa bermesraan dengan kekasih sejati yang mungkin kita abaikan selama 11 bulan.
Pada bulanbulan biasa, Tuhan mungkin hanya hadir di masjid dan mushallah serta majelis-majelis dzikir.
Mungkin selama ini tidak ada Tuhan di dunia kerja dan hiburan kita.
Namun ramadhanmengingatkan kita bahwa segala aktivitas kita sesungguhnyabernilai ibadah ketika dijalani selama berpuasa.
Karena Tuhan ada dimana-mana selama ramadhan. Pahala setiap halyang kita lakukan berlipat ganda.
Memang demikianlahhendaknya manusia hidup menujukan seluruh hidupnya hanyapada Tuhan.
Dunia ini adalah tempat ujian manusia sesungguhnya, apakah hidup untuk Tuhan, menjadi gila Tuhan, ataukah hidup untuk selain Tuhan, dan pasti menjadi gila betulan.
Kedua contoh tersebut terhampar di mana-mana. Hidup untuk Tuhanakah membuat hidup ini menjadi bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain dan alam sekitar, rahmatan lil alamin.
Hidup untukselain Tuhan adalah kerusakan (fasad) dan penderitaan bagiseluruh.
Ramadhan datang mengetuk pintu rumah jiwa kita kembali.
Karena oleh Allah SWT, bulan ini telah dimandatisir kepadahamba-Nya, maka segala yang ada dalam bulan ini adalah milikmanusia dan harus di manfaatkan sebaik-baiknya.
Atas dasaritulah beragam ritual ramadhan pasti sudah kita siapkan dalambenak kita.
Persiapan-persiapan spiritul dan material positif yang akan silih berganti selama sebulan penuh ramadhan sudahtersedia dalam jadwal kita.
Semuanya kita mulai ketikabermunajat dimalam nisfu’ Sya’ban yang lalu; bahkan mungkinjauh sebelumnya.
Namun “semuanya” terasa hampa disebabkan karena Tamparan keras pandemi virus Covic 19 yang sudah duluan merebak dan menggangu aktivitas kebanyakan manusia.
Virus Covic 19, secara mengejutkan datang menampar wajah kemanusiaan kita, dia datang menasehati kita; mencabik cabik nurani manusia yang mungkin telah lama mati.
Dia datang menampar kesombongan dan keangkuhan manusia. Dia datang disaat ummat islam bersiap siap menyambut ramadhan.
Dengan Melihat kondisi saat ini, sebagai seorang muslim yang baik kita semua mampu memanfaatkan waktu kita sekarang ini lebih banyak di rumah karena mengikuti himbauan pemerintah untuk stay at home selama pandemi covic19 dengan menjadikan ramadhan kali ini
sebagai saat-saat yang terbaik untuk mengharapkan anugerah Tuhan dengan penuh keimanan dan keikhlasan sehingga meraih ampunan atas dosa-dosa kitayang lalu dan yang akan datang sebagaimana sabda Nabi SuciMuhammad Saww.
Dan sebagai suatu keniscayaan bagi setiapummat Muhammad Saww untuk melakukan kontemplasi dan ujian spiritual serta sosial tentunya untuk mencapai derajatkesucian dan taqwa yang sebenarnya.
Kita bisa merenung kembali aktivitas kita di ramadhan yang lalu, kita harus jujur bahwa aktivitas kita selama malam-malam ramadhan lalu paling banyak di warung kopi, bazar/plaza ramadhan ketimbang melakukan kontemplasi spiritual diri; meski kita juga sempat menyisihkan waktu di masjid sekitar 2 jam untuk shalat Isya dan Taraweh plus tadarrus.
Seperti sebuah sekolah, ramadhan juga merupakan sebuahmadrasah (sekolah) ruhani yang memiliki ujian-ujian. Dimanaujian ramadhan bukan sekedar ujian intelektual atau akal semata, tapi semua aspek dalam hidup dan kehidupan manusia. Satupersatu segala aspek itu harus memperoleh peningkatan, karenainilah saatnya kita bermikraj hakiki, inilah saatnya kitamelakukan transformasi spiritual.
Marilah kita jadikan bulan yang penuh berkah ini sebagai bulan untuk berwisata ruhani, marilah berbulan madu denganTuhan di samudera Laylatul Qadr.
Dengan demikian, bila ramadhankali ini bisa kita jadikan sebagai momentum evaluasidiri kita, sebagai sarana untuk membangun pribadi yang mulia, baik dimata Allah SWT maupun manusia;
maka dengan otomatis akan kita dapatkan keberkahan dari langit dan dengan sendirinya kira raih kemenangan disaat terbit fajar; yang dengannya kita semua berharap pandemi Covic19 ini juga akan berakhir sesegara mungkin dengan kasih sayang Allah kepada kita di sebabkan kemuliaan Ramadhan ini.
Ilahi aamiin, Bi haqqiMuhammad wa aali Muhammad.(*)