Harimando.com,Bolsel-
Pada triwulan III tahun 2024, angka kemiskinan di Bolsel berhasil ditekan hingga 11,33 persen, bertolak belakang dengan anggapan sebelumnya bahwa kabupaten ini memiliki tingkat kemiskinan dan kasus stunting tertinggi di Sulawesi Utara.
Sekretaris Daerah (Sekda) Bolsel, M. Arvan Ohy, SSTP, MAP, menjelaskan bahwa kemiskinan di Bolsel turun ke peringkat 14 dari 15 kabupaten/kota di Sulawesi Utara.
“Pada tahun 2010, angka kemiskinan mencapai 18 persen. Dengan berbagai intervensi dan bantuan dari pemerintah pusat dan daerah, pada triwulan III tahun 2024, angka itu turun menjadi 11,33 persen. Ini penurunan yang signifikan sebesar 6,77 persen,” jelas Arvan.
Sekda Arvan menambahkan,Kabupaten Bolsel yang terbentuk pada tahun 2008 awalnya memiliki angka kemiskinan tertinggi di Sulawesi Utara.
“Data BPS menunjukkan bahwa Bolsel memulai dengan tingkat kemiskinan 18,81% pada 2010, namun mampu menurunkannya hingga 11,33% pada 2024. Ini adalah capaian yang terbesar dibandingkan kabupaten/kota lain,” paparnya.
Arvan juga menyebutkan, penurunan kemiskinan ini didorong oleh tiga faktor utama: pemenuhan hak dasar, pengurangan beban hidup, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.
1.Pemenuhan Hak Dasar; Program pembangunan rumah layak huni menjadi salah satu prioritas untuk menjamin hak dasar masyarakat.
2.Pengurangan Beban Hidup: Layanan kesehatan melalui BPJS yang kini menjangkau 96 persen warga Bolsel berkontribusi besar dalam mengurangi beban biaya kesehatan.
3.Peningkatan Kualitas Hidup: Pemberian beasiswa untuk siswa kurang mampu, pengembangan UMKM, serta peningkatan infrastruktur publik turut memperkuat perekonomian masyarakat Bolsel.
Selain itu, program pemberdayaan masyarakat dan bantuan sektor perikanan serta pertanian dinilai sangat membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Bolsel.
Selain penurunan kemiskinan, angka stunting di Bolsel juga mencatat penurunan yang signifikan. Kepala Badan Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan (Bapelitbang), melalui Sekretaris James F. Lumangkun, S.Hut, mengungkapkan bahwa stunting di Bolsel justru semakin rendah dibandingkan daerah lain.
Menurut data Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (EPPGBM) Kementerian Kesehatan, sejak 2019 angka stunting di Bolsel turun dari 15,55 persen menjadi hanya 2,05 persen pada Oktober 2024.
James menjelaskan, penurunan ini tercapai melalui pelaksanaan intervensi spesifik dan sensitif.
“Intervensi spesifik mencakup perbaikan gizi, pemberian makanan tambahan untuk balita dan ibu hamil, serta penanganan balita gizi buruk melalui posyandu,” jelas James.
Untuk mempercepat penurunan stunting, Pemkab Bolsel meluncurkan program “Bolsel Tuntaskan Stunting” (BTS) pada tahun 2023. Program ini bertujuan memberikan bantuan segera kepada balita stunting hasil pengukuran bulanan.
“Jika ada peningkatan kasus pada September, bantuan langsung diberikan di bulan berikutnya, seperti pada Oktober,” ungkap James. Program BTS ini, menurut James, melibatkan berbagai elemen, termasuk pemerintah desa dan masyarakat setempat, untuk memastikan penanganan kasus stunting berjalan efektif dan tepat sasaran.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan Pemkab Bolsel dalam menangani kemiskinan dan stunting, harapannya adalah kualitas hidup masyarakat semakin meningkat dan stigma daerah termiskin serta angka stunting tertinggi dapat dihilangkan dari Kabupaten Bolsel.(faj)