Pengajian KAHMI MANADO; Lawan Radikalisme, Semua Agama Harus Bersatu

PENGAJIAN KAHMI: dr Zainal Ginsu (Presidium Kahmi Manado) (foto:hm)

Isu Radikalisme akan terus diproduksi. Yang memproduksi kebanyakan pemilik establish. Mereka sebagian besar adalah elit  pemilik kekuasaan.

Dan semua peserta pengajian inclusive KAHMI Manado sepakat, benih radikalisme ada di setiap negara, setiap suku, tiap etnis dan tiap agama.  Maka semua umat beragama harus melawan.

Bacaan Lainnya

 

WACANA radikalisme bisa ada di antara fakta atau fiksi. Anis Toma tidak ingin menjebakkan pendapatnya soal radikalisme. Qori asal Sulut ini sekadar mengungkit fakta kelompok-kelompok radikal di Indonesia. Namun, tidak berarti apa yang dihembuskan soal radikalisme identik dengan ajaran agama tertentu. Identik dengan golongan tertentu, pakaian tertentu atau organisasi tertentu.

 

“Jadi saya tidak terlalu memastikan apakah benar ada proxy radikalisme, apakah fiksi atau fakta. Bagi saya keduanya bisa fiksi menjadi fakta,” katanya.

 

Sesi dialogis, hampir semua audiens menanggapi. Wakil Ketua Pemuda Muslimin Fadli Kasim, SH seperti curiga radikalisme ini fiksi yang dipaksa menjadi fakta.  Setahu Fadli, gerakan radikalisme adalah ekses dari kebijakan penguasa yang tidak disukai kelompok di luar kekuasaan.

“Itu timbul karena rasa tidak suka para pemimpin di  masyarakat. Mereka kecewa kebijkan elit pimpinan yang janji politik. Maka muncul gerakan arus bawah yang dinamakan  radikal untuk lawan itu,” tandasnya.

 

Jefri Alibasyah (Jurnalis / Pemuda Muhammadiyah), punya pendapat agak berbeda. Dia melihat isu ini bagian dari isu terorisme yang digemboskan rezim sebelumnya. Gerakan ini alat protes kepada rezim yang di mata terorisme telah melukai aqidah. Akhirnya muncul aksi terorisme di Indonesia.

 

“Saya melihat ini hanya lanjutan dari isu terorisme dari pemerintahan sebelumnya,”tuturnya.

 

Sekum PPP Sulut Agus Abdullah yang juga KAHMI Manado, tidak menafikan fakta ada gerakan radikalisme di Indonesia. “Radikalisme bukan hanya isu, tapi memang fakta, nyata ada di Indonesia. Namun disisi lain radikalisme dimanfaatkan oleh pemerintah secara politis, dimainkan isunya untuk kepentingan politis,” tandasnya.

 

Syarif Darea lebih tegas mengakui bahwa radikalisme ini tidak identik dengan terorisme dan ekstrimisme. Proxy radikalisme adalah justrifikasi negara terhadap gerakan perubahan kepada kelompok yang tidak berkuasa. Ketua Tidar Sulut ini sedikit panjang merujuk awal gerakan radikal. Gerakan ini di abad 17 di Inggris telah diawali James Fox. Kemudian berkembang digunakan kelompok kiri, yang disebut kaum revolusioner sosialis dan komunis di Amerika dan Eropa. Di AS kelompok radikalisme berbau rasialis berdasarkan warna ras kulit putih (Klu Klux Klan).

 

Ketua BM PAN Faisal Salim mengatakan kunci kontra narasi radikalisme adalah umat harus produktif, progresif serta kolektifitas. Peran pemuda Islam dianggap oleh Faisal sebagai narasi kontra stereotip negatif sebagai kelompok radikal. Presidium MD KAHMI Manado dr Zainal Ginsu mengungkapkan, bahwa rebutan kekuasaan lumrah terjadi. Dia meminta kelompok pemikir harus membendung wacana radikalisme yang diproduksi negara. Buat kontra wacana seperti wacana ekonomi umat. “Kalau dibiarkan maka pasti akan dimenangkan karena mereka yang berkuasa,” katanya.

 

Sekum MD KAHMI Manado, Madzabullah Ali, SH menyatakan bahwa radikal itu ada pada setiap individu. Semua orang akan memegang prinsipnya sampai apa yang diinginkan itu bisa terwujud. Dirinya menambahkan bahwa, radikal positif sah-sah saja untuk diterapkan, namun beda halnya dengan radikal negatif yang berujung teroris.

Dr Mardan Umar (Dosen Unima) mengangkat perspektif labeling radikal yang selalu diidentikan dengan Islam. Boleh berpikir radikal (secara prinsip) namun jangan sampai berujung tindakan teroris. Menurut penelitian unsur radikal sudah menjamur hingga di perguruan tinggi. Maka apa yang harus dilakukan?

 

“Pertahanan terbaik itu adalah menyerang, artinya konter isu dari radikalisme bukan hanya sekedar menanggapi bahwa islam plural, toleran atau bentuk pertahanan menjelaskan tentang islam bukan radikal, melainkan lebih kepada implementasi nilai keislaman secara universalitas,” tuturnya.

 

Hadi, berpandangan proxy ini adalah sebuah grand desain. “Gerakan radikalisme tergantung dari aspek radikal keyakinan agama dan sekuler. Kalau Agama radikal ingin mengubah ideologi,” katanya.

 

KAHMI Minut Ronald Salahudin menegaskan ada salah tafsir negara kepada gerakan keras seperti yang dilakukan Tamsil Linrung. Gerakan mereka dicurigai mirip terorisme, padahal kenyataan sekadar menyuarakan kepentingan rakyat. Namun, Sekretaris PAN Manado tidak menampik kalau pola gerakan radikal di Indonesia ada yang mendanai.

 

“Seperti yang dicurigai bahwa gerakan Abubakar Baasyir ada AS di belakang itu ya,” tukasnya.

 

Bawaslu Bitung Zul Densi sedikit menyentil adanya stigma radikalisme yang sempat diberikan kepada kelompok pengajian di Bitung.

 

Di akhir sesi diskusi, Anis Toma, memberikan kesimpulan bahwa sudah saatnya membangun mutu SDM  umat dalam upaya counter issue radikalisme. Dia mengutip pernyataan Khalifah Ali Bin Abi Thalib bahwa “Kejahatan yang terstruktur mampu mengalahkan kebaikan yang tidak terstruktur.”(*)

 

 

 

 

Pos terkait