MANADO – Kemenangan di Pemilu 2019, membuat PDI Perjuangan makin percaya diri. Tak tanggung-tanggung, partai besutan Megawati Soekarnoputri ini ingin menyapu bersih pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020. Dari beberapa daerah yang akan melaksanakan pilkada, salah satu yang jadi target ingin direbut Kota Manado. Sebab, melihat pilwako sebelum-sebelumnya, PDI-P berturut-turut kalah di Kota Tinutuan.
“Untuk Pilwako Manado, kami punya target Manado itu wali kotanya harus PDI-P,” kata Ketua DPD PDI-P Sulut, Olly Dondokambey (OD) saat diwawancarai usai menghadiri acara buka puasa DPC PDI-P Manado, kemarin di kompleks Marina Plaza.
Menurut Gubernur Sulut itu, jika PDI-P menang, maka sinergi akan lebih terlihat dalam pembangunan antara provinsi dan kota/kabupaten.
“Supaya pengembangan Kota Manado dan provinsi sinergi. Sehingga seluruh keinginan masyarakat membawa Kota Manado metropolitan sudah jadi,” terangnya.
Partainya, kata Bendahara Umum DPP PDI-P itu, tetap dukung penuh setiap kepentingan rakyat. Karena, lanjutnya, partai berlambangkan kepala banteng moncong putih itu berpolitik untuk kemakmuran rakyat. “Bukan keinginan pribadi. Berpolitik bukan sekedar bikin kaya diri sendiri,” sindirnya. Terkait siapa calon yang akan diusung nanti, Olly belum buka suara.
“Ada seleksinya. PDI-P bisa calon sendiri,” ucapnya.
Senada dikatakan Ketua DPC PDI-P Kota Manado Richard Sualang. Menurutnya, Pilwako Manado memang menjadi incaran banteng. Hal tersebut, kata Sualang, sudah menjadi pembicaraan di internal partai.
“Kami targetkan hattrick. Menang pilpres, menang pileg dan menang di pilwako. Itu target kami,” tegasnya.
Sualang juga mengatakan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah nama-nama untuk bertarung di pilwako nanti.
“Soal nama-nama sementara dipersiapkan. Yang pasti, kami (PDI-P) memiliki banyak stok. Apalagi didukung dengan mesin partai yang solid,” tegas Sualang.
Saat ditanya soal namanya yang sering disebut dalam bursa bakal calon (balon) pilwako, Sualang enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengatakan, menyerahkan semuanya kepada partai.
“Sebagai petugas partai dan Ketua DPC PDI-P Kota Manado, saya pastinya harus mengikuti penugasan partai,” pungkasnya.
Menurut pengamat politik, Ferry Liando, untuk menghubungkan apakah parpol pemenang pileg pada pemilu akan otomatis menjadi pemenang pilkada, tentu perlu diuji. Sebab, banyak pengalaman membuktikan bahwa tidak semua parpol pemenang pemilu akan secara otomatis menang di pilkada.
“Pada pemilu 1999, PDI-P memperoleh kursi terbanyak yakni 33,74 persen suara dengan 153 kursi di DPR. Tetapi Megawati sebagai ketua PDI-P ternyata gagal menjadi presiden. Megawati baru mendapat kesempatan jadi presiden karena melanjutkan jabatan sisa ketika Gus Dur berhenti,” terangnya.
Dikatakannya, ada beberapa faktor yang bisa menyebabkan parpol pemenang pemilu di suatu daerah tidak serta merta akan penang juga pada pilkada. Dijelaskannya, Pemilu 2019 menggunakan sistem proporsional terbuka.
“Sistem ini menjelaskan bahwa parpol hanya sebatas mengusulkan daftar calon. Kemudian apakah calon itu terpilih atau tidak, itu yang paling menentukan adalah publik,” tegasnya.
Jadi, lanjutnya, caleg yang terpilih itu sepertinya bukan karena parpol. Tapi karena kedekatan antara pemilih dengan calon. Kedekatan itu, kata Liando, bisa saja karena kesamaan agama, kesamaan etnik, hubungan kekeluargaan atau bisa jadi karena ada permainan uang.
“Relasi-relasi seperti ini menyebabkan peran parpol sangat kecil pengaruhnya. Jadi, sesungguhnya figur itu sangat menentukan,” ucapnya.
Pada pilkada akan berlaku beda orang maka beda pilihan. Figur yang berkompetisi pada pilcaleg belum tentu sama dengan tingkat penerimaan publik di suatu wilayah terhadap figur calon di pilkada. Di pilcaleg, para calon berkompetisi secara individu. Namun di pilkada, calon itu merupakan pasangan yakni calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
“Jika kedua pasangan itu merupakan kombinasi dari perwakilan komunitas besar seperti keagamaan atau etnik, maka pasangan itu bisa dominan. Namun jika salah dalam mengkombinasikan pasangan, maka kekuatan bisa melemah. Hal inilah yang menyebabkan bahwa tidak selamanya parpol pemenang pemilu akan sama pada saat pilkada,” jelasnya.
Namun demikian target OD, kata akademisi Unsrat itu harus dihargai. Sebab, bisa saja OD memiliki kepentingan yang lebih besar yakni tak sekedar membawa PDI-P menang di pilkada, tetapi juga membagun hubungan simetris pemerintahan yang selaras dari pusat hingga di daerah.
“Gubernur amat sulit membagun daerah jika latar belakang politiknya berbeda dengan latar belakang politik bupati/walikota. Pengalaman selama ini jika terjadi perbedaan politik gubernur dan bupati/wali kota, program-program pembangunan di daerah terhambat,” sindirnya.
“Apalagi UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa gubernur tidak lagi sebagai atasan langsung bupati/wali kota. Namun demikian masalah ini bisa terpecahkan jika bupati/wali kota memiliki kesamaan parpol dengan gubernur,” sambungnya.
Menurut pandangan pengamat politik, Taufik Tumbelaka, bagi PDI-P memang Pilwako Manado akan mendapat perhatian khusus dikarenakan selama ini “jawara” parpol lain selalu menang dalam perebutan kursi Wali Kota Manado.
“Melihat perolehan kursi DPRD Sulut dapil Manado, PDIP memperoleh hasil bagus maka wajar jika target menang di Pilwako Manado dicanangkan,” ujarnya.
Walaupun, kata dia, tidak akan mudah karena perilaku pemilih di pileg berbeda dengan pilwako.
“Menjadi semakin berat karena diprediksi akan banyak figur kuat yang akan turun bertarung,” tutupnya. (ndo/but)