Harimanado.com.MANADO– Selamat para wakil rakyat Sulut yang hari ini dilantik. Sesuai jadwal, 45 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi
Sulawesi Utara (Sulut) periode 2019-2024 Senin, (9/9) dilantik.
Ada wajah lama. Tapi 70 an persen wajah baru di gedung Kairagi (alamat gedung DPRDF Sulut)
Di hari yang sama 40 anggota DPRD Kabupaten Minahasa dan 30 legislator Minahasa Utara
periode baru juga akan dilantik.
Sejumlah kritik dialamatkan kepada para wakil rakyat baik yang lama maupun pendatang baru.
“Harapan kami yang memilih mereka, agar jangan ulangi kesalahan periode lalu. Hanya datang, dengar, duduk manis dan diam. Aspirasi rakyat juga jangan dibuat tuli dan bisu,” tandas tokoh pemuda Sulut Frangky Sendoh
Hal senada disentil aktivis kampus Unsrat Ryan Duda bahwa ada harapan yang digantungkan kepada anggota dewan dari generasi mileneal. Tanpa menyebut nama, peneliti lembaga survei lokal ini menyindir sejumlah legislator muda dari lintas partai agar jangan terkooptasi.
“Sia-sia anda-anda yang mengaku ingin merubah, tapi ternyata hanya diam dan tak berbuat hal yang besar,” tandasnya.
Ketua Bappilu Nasdem Sulut Moktar Parapaga saat dikonfirmasi terkait
hal tersebut dengan tegas mengatakan itu tidak berlaku bagi
kader-kader Nasdem.
Ia beralasan, seluruh kader yang duduk di DPRD, sudah digodok di
Kampus Partai Nasdem Akademi Bela Negara dan mendapat pembekalan di
tingkat DPW.
“Kader Nasdem sangat siap sekali. Kalau isu itu mungkin di lain. Tapi
bagi Nasdem semua sudah melalui pendidikan di Kampus Partai Nasdem
Akademi Bela Negara dan pembekalan ditingkat DPW,” tegasnya saat
dihubungi Harian Manado, tadi malam.
Intinya, lanjut Parapaga, meski sebagai anggota DPRD baru, kader
Nasdem sangat siap menjalankan tupoksi sebagai wakil rakyat.
“Tidak ada yang diragukan dari kader Nasdem. Karena kualitas ok,
begitu juga fungsi legislatif,” tutupnya.
Sementara itu, Juru Bicara Partai Golkar Sulut Feriando Lamaluta juga
menepis akan hal itu. Menurutnya, anggota DPRD Sulut yang terpilih
tidak lepas dari pilihan rakyat sendiri sebagaimana mereka yang
terpilih.
Kata dia, dan mereka juga peraih suara terbanyak dari
masing-masing partai politik di Sulut, sehingga bisa duduk di DPRD.
Kaluapun ada asumsi seperti itu, sebagaimana mereka tidak tau tugas
dan fungsi mereka itu seperti apa belum tentu juga.
“Yah, janganlah, pada dasarnya pada saat mereka dilantik ada bimbingan
teknis. Bagaimana membaca postur ABPD dan menata undang-undang yang
ada itu semuanya ada. Tentu kasihlah mereka kesempatan untuk berbuat,
apalagi kader Golkar mereka sendiri peraih terbanyak didapilnnya
masing-masing, berarti legitimasi mereka, dipilih oleh
raktyat,”pungkasnya.
Terpisah, Pengamat Politik Universitas Sam Ratulangi Ferry Liando
mengatakan, perlu adaptasi bagi anggota DPRD baru. Adaptasi itu bisa
dilakukan dengan cara pertama, masing-masing anggota DPRD perlu
memahami apa tujuan dari adanya kelembagan DPRD. Harus dipelajari
tujuannya, agar kelak DPRD itu tidak dimanfaatkan hanya untuk
kepentingan ekonomi.
Kedua, perlu mempelajari apa yang menjadi
kewenangan DPRD. Perlu pemahaman dasar soal teknik-teknik pengawasan,
teknik penyusunan anggaran ataupun penyusunan legislasi. Perlu
penajaman tata kelola pemerintahan sebagai objek pengawasan.
“DPRD tidak mungkin akan mengawasi dengan baik jika objek yang diawasi
tidak dipahami. Masing-masing anggota DPRD perlu memetakan apa saja
yang menjadi kelemahannya dalam menjalankan kewenangan DPRD.
Jika diketahui kelemahannya itu maka diperlukan strategi cepat untuk
beradaptasi dengan tugas baru.
Sebagian anggota DPRD dikenal publik tidak memiliki talenta berbicara apalagi berdebat. Saat kampanye lalu, banyak calon yang menghindari kampanye karena tidak memiliki talenta berbicara di depan umum,”kata Ketua Konsentrasi Studi S2 Tata Kelola
Pemilu Pascasarjana Unsrat itu, tadi malam.
Lanjutnya, jika kemampuan dasar seperti teknisi berkomunikasi maka ini
akan menjadi masalah. Tidaklah mungkin menjadi anggota DPRD kalau
tidak bisa berbicara apalagi berdebat.
Sebab teknik berkomunikasi adalah salah satu instrument dalam memperjuangkan kepentingan publik sebagaimana janji-janjinya saat kampanye lalu.
Pengalaman DPRD 2014-2019 terdapat sejumlah anggota DPRD tidak pernah berbicara di
depan forum-forum resmi DPRD. Sehingga diharapkan bagi anggoga DPRD baru untuk tidak lagi jadi beban di daerah. Jangan hanya menuntut tunjangan berlimpah ruah tanpa diimbangi dengan kinerja.
“Saat ini belum ada satu lembaga yang bisa mengawasi anggota DPRD.
Yang rajin dan malas, yang pinter menyuarakan kepentingan publik
dengan yang tidak, sama memiliki tunjangan yang setara. Sehingga
diperlukan peran parpol untuk mengawasi anggotanya di DPRD. Sedapat
mungkin masing-masing parpol mengevaluasi kader-kadernya di DPRD
minimal sekali dalam setahun. Parpol bisa memberhentikan anggotanya di
DPRD jika tidak mampu melaksanakan tugas-tugas di DPRD melalui proses
PAW,”ungkap Liando.
Ia menambahkan, perlu pelembagaan komunitas pers di DPRD untuk
publikasi bagi anggota DPRD yang jarang hadir, tidak pernah berbicara
di forum dan tidak pernah mengusulkan ide-ide kreatif dalam perumusan
kebijakan publik.
Kalau tidak ada institusi yang mengawasi DPRD maka
kerja-kerja mereka akan berpotensi liar karena tidak ada yang
mengawasi.
“Salama ini belum ada kebijakan Pemerintah dalam mengukur kinerja
DPRD. Selama ini keberhasilan DPRD hanya merupakan klaim sepihak dari
DPRD sendiri tanpa ada indikator atau instrumen yang jelas. Sehingga
ke depan sangat urgen untuk menyusun kebijakan yang bisa digunakan
untuk mengukur kinerja DPRD. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong
kerja-kerja DPRD makin berkualitas,”tandasnya.(**)