PERDANA menteri Inggris Boris Johnson makin pusing. Parlemen Inggris tidak mendukung kebijakan Pemerintah agar Britania Raya keluar dari Uni Eropa (brexit).
Hal yang membuat Boris makin pusing ternyata 21 anggota parelemen menolak kebijakan itu berasal dari partai konservatif, padahal Boris sendiri adalah ketuanya. Anggota parlemen ini lebih bersikap memihak rakyat Inggris ketimbang mendukung ambisi Pemerintah.
Penelitian lembaga survei BMG Research bekerja sama dengan
media lokal The Independent menunjukkan bahwa sampai akhir tahun 2018,
52% rakyat Inggris menghendaki tetap bersama UE.
Setiap pekan, rakyat Inggris melakukan demonstrasi agar Pemerintah membatalkan rencana itu. Menentang kebijakan partai, tentu sangat beresiko bagi 21 anggota
parlemen yang memilih lebih berpihak pada rakyatnya.
Tentu mereka telah Memperhitungkan efek politik dari sikapnya itu termasuk
pemecatan.
Pemandangan ini masih jauh melekat dari sikap parlemen kita. Sikap politik harus tunduk pada sikap partai politik (parpol), meski sikap itu kadang tidak sesuai dengan keyakinan politik. Selama ini sikap parpol lebih dominan dipengaruhi oleh kepentingan ketua umum
parpol.
DPR, bukan lagi arena memperjuangkan kepentingan publik namun cenderung sebagai arena perdebatan ambisi masing-masing ketua parpol.
Lihat saja, nyaris semua elemen negara menentang revisi UU Nomor 20
Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, namun tak ada satupun
anggota DPR ikut menentang wacana itu.
Bisa dipastikan, sikap mendukung kebijakan parpol ketimbang kepentingan publik karena
kekhawatiran adanya pemecatan oleh parpol. Wajar jika publik frustasi dengan dinamika ini.
Catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada April 2019, terdapat 22 anggota DPR RI periode 2014-2019 yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Hampir semua lembaga Survei memposisikan DPR sebagai lembaga yang paling tidak dipercaya pada periode ini (LSI:2019, CSIS:2016, Indobarometer:2017). Menurut catatan
ICW, hingga April 2019, DPR hanya berhasil mengesahkan 26 Rancangan Undang-Undang (RUU) dari 189 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.
Jumlah minimum anggota yang harus hadir dalam rapat sering tidak tercapai dalam setiap pelaksanaan rapat paripurna. Padahal gaji dan tunjangan yang dibawa pulang sangatlah melimpah.
Inilah yang membuat rakyat sering frustasi mengurus DPR di negeri ini. Rakyat tentu berharap banyak pada DPR ataupun DPRD periode 2019-2024. Semoga frustasi dimasa lalu tidak lagi dialami pada periode ini.
Semoga tidak asal lagi anggotanya terjerat OTT KPK karena
memperdagangkan kewenangan.
Semoga tidak ada lagi DPR/DPRD yang hanya keenekan menikmati fasilitas negara tanpa diimbangi dengan karya dan dedikasi. Jangan malu untuk belajar jika kemampuan berkomunikasi publik tidak sempurna.
Jangan malu mengakui bahwa keterpilihannya
karena pengaruh suap atau karena kekerabatan dengan penguasa politik
lokal.
Sehingga jalan pintas itu berkonsekwensi pada keterbatasan kapasitas dan kemampuan dalam merumuskan kebijakan publik.
Semoga DPR/DPRD baru tidak lagi membebani rakyat yang kemudian membuatnya
makin frustasi.