Integrasi Nasional, Stop Eksploitasi Rakyat

Catatan:

Amas Mahmud, Sekretaris KNPI Manado

Bacaan Lainnya

INDONESIA itulah ‘Rumah Besar Kita’ yang kultur rakyatnya rukun dan gotong royong. Mandiri,  kemudian tegas dalam rentetan sejarah bangsa.

Jika Pemilu 2019 sempat menggoyah integrasi nasional, secepatlah recovery. Rakyat jangan dieksploitasi, tak boleh lagi demokrasi didikte agen asing.

Jalan nafas demokrasi jangan disumbat atau disabotasi, melainkan diberi subsidi kekuatan.
Rute keselamatan rakyat itu melalui demokrasilah sarananya.

Setelahnya, demokrasi kehilangan marwah bila rakyat diabaikan. Atas kekuatan rakyat itu tumbuh sumbur demokrasi, maka bila rakyat ‘sakit- sakitan’, miskin melarat, jauh dari keadilan, didzolimi, otomotasi demokrasi pun terpuruk.

Evaluasi kita terhadap capaian demokrasi diakui memang beragam, tapi fakta menjelaskan masih serampangan pengelolaan pemerintahan berakibat demokrasi mangkrak.

Buatkan kanal yang representatif untuk rakyat berdialog secara setara, hidupkan iklim demokrasi.

Geserlah sejenak paradigma pemerintah ketika penyelesaian konflik, bila ada huru-harah sosial terjun selesaikan akarnya.

Sering kita tidak selektifnya direl ini, pemerintah dan rakyat kurang cekatan, bias dalam penyelesaian masalah.

Demokrasi jangan diboncengi, penumpang gelap. Hilangkan hidden agenda
yang memicu instabilitas Negara.

Kapitalisasi nilai demokrasi juga bukan cara etis. Regulasi dan prosedur yang dibuat berfungsi menjadi kiblat, bukan ruang untuk didebatkan, atau dibegali.

Segenap rakyat Indonesia harus bersedia merubah kesadaran dari sekedar menjadi follower demokrasi, naik kelas menjadi aktor.

Cukuplah eskalasi konflik di Papua kita jadikan cermin, bergegas untuk selesaikan. Pemimpin kita harus punya pandangan dan tindakan profetik.

Teriakan referendum dan dikibarkannya bendera Bintang Kejora hanyalah wujud kekecewaan. Tak lebih dari itu, lihat tuntutan kebanyakan rakyat Papua yang meminta keadilan.

Hidup rukun dan tidak saling menyakiti, itu tujuan kita berdemokrasi. Rakyat yang hidup hari ini akan punya legacy buruk dalam berdemokrasi manakala teriakan disintegrasi masih saja terdengar.

Jangan pemerintah lebih fokus belanja masalah. Framing rekonsiliasi, kumpulkan para tokoh, bahkan dengan pola pendekatan klasik yang dilakukan untuk rakyat Papua, tapi kemudian tidak menyentuh pada akar persoalan.

Pemerintah harus memberi garansi keamanan dan hilangkan kesan seola-olah ada
pembajakan kebebasan rakyat Papua. Pemerintah Indonesia bukan kolonial bagi rakyat Papua.

Mereka yang mahfum soal merawat kebhinekaan dan punya pandangan toleran dilibatkan, menjadi teladan.

Semangat mengembangkan kerukunan harus mewujud, semua rakyat akan menjadi duta-duta perdamaian bagi dirinya dan lingkungan sekitar.

Lalu pemerintah akan menjadi pelopor atas itu, perbuatan baik, kata-kata menyejukkan, mempersatukan dan visi tentang penghargaan hak serta martabat rakyat lebih keras lagi dibicarakan pemerintah.

Sesudahnya, rakyat jangan direpresi. Sembari upaya positif dijalankan, kita wajib mengontrol aktivis real space dan virtual space.

Tukar tambah gagasan untuk mempererat persatuan Nasional merupakan cara terbaik yang dilakukan.

Tidak mengapa kita mengulangi perbuatan baik yang diajarkan para leluhur. Secara kontinue pula kita saling mengingatkan, ayo amalkan Pancasila.

Berhenti bersikap posesif terhadap kemajemukan.

Pos terkait