Produk Pemilu 2019 Belum Maksimal

Harimanado.com MANADO – Meski Pemilu 2019 nyaris menelan anggaran pembiayaan sekira Rp 30 triliun, namun produk pemilu tahun ini belum bisa menunjukan hasil maksimal. Hal ini terungkap dari Seminar Nasional Evaluasi Pemilu 2019 Menuju Pilkada 2020 di Aula FISIP Unsrat, Selasa (6/8).

Sebab, dikatakan Ferry Liando, Dosen FISIP Unsrat yang juga moderator dalam kegiatan tersebut, banyak caleg yang terpilih, dinilai publik tidak memiliki kapasitas yang layak sebagai penyelenggara negara.

Bacaan Lainnya

“Sebagian besar (caleg) yang terpilih adalah calon yang memiliki modal yang banyak, serta terikat politik kekerbatan dengan penguasa-pungasa di daerah,” katanya kepada Harian Manado usai seminar yang menghadirkan Ketua DKPP Prof Dr Harjono ini.

Dikatakan, memang hak semua warga negara untuk menjadi anggota DPRD. Namun yang dikhawatirkan, caleg-caleg modal banyak yang terpilih akan menjadi beban negara.

“Dikhawatirkan, mereka justru akan menjadi beban negara. Pengeluaran negara akan terkuras, tapi kontribusi mereka masih sangat di ragukan. Kebanyakan yang terpilih tidak memiliki pengalaman kepemimpinan, sehingga sulit diharapkan bisa berkontribusi,” tegas Liado.

Lanjutnya, beberapa kelemahan yang didapat pada pemilu 2019. Pertama regulasi pemilu, yakni UU 7 tahun 2017 mengandung banyak sekali kelemahan. “Terlalu banyak pasal yang melahirkan multi tafsir dan sulit diimplementasikan. Dan bukti yang paling nyata adalah beberapa pasal yang dibatalkan oleh MK melalui proses judicial review,” tuturnya.

Kedua, kinerja partai politik yang belum optimal. Sebagian besar parpol tidak menjalankan fungsi rekrutmen yang tersistematis. Sebab, yang dilakukan saat ini, parpol mencalonkan mereka yang hanya kuat dari sisi finansial dan faktor kedekatan dengan penguasa lokal.

“Padahal UU 2 tahun 2011 tentang parpol menyebutkan, tugas parpol itu melakukan fungsi rekrutmen secara sistematis. Tidak dilakukan hanya menjelang pencaloan.

Ketiga, sambung Liando, kecenderungan pemilih masih sangat pragmatis. Karena memilih calon kerap mengabaikan sisi kualitas tapi lebih terpengaruh pada politik uang ataupun politik aliran. Sehingga hal ini menunjukkan pendidikan politik pemilih sebagian besar masih buruk.

“Keempat, kinerja penyelenggara pemilu yang masih melahirkan banyak catatan. Sebagian dilaporkan ke DKPP kemudian mendapatkan sanksi, karena terbukti melakukan pelanggaran. Sehingga pada Pilkada 2020, 4 hal ini harus dibenahi agar Pilkada makin berkualitas,” tutupnya. (*/ian)

Pos terkait