Harimanado- Partai Golkar hampir pasti mengusung Ketua Partai Golkar (PG) Christiany E Paruntu (CEP) di Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Sulut 2020.
Sampai sejauh ini, baru nama Tetty sapaan akrab CEP yang mengorbit.
Pengamat Politik Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Ferry Liando menilai sangat wajar nama Tetty paling kuat.
Dan kedengaran kalau di kegiatan konsolidasi nasional Partai Golkar pekan lalu Tetty Paruntu diusung sebagai calon gubernur.
Berita terkait: Bhttp://Tetty Asset Daerah dari Indonesia Timur
Namun sepanjang belum ada penetapan pasangan calon kepala daerah
oleh KPU Sulut maka belum bisa memastikan siapa bakal calon PG.
Termasuk nama-nama yang mulai disodorkan masing-masing parpol.
“Ada 2 peristiwa masa lampau yang bisa diajukan pelajaran. Imba Rogi
diusung Golkar di Pilwako Manado namun pencalonan mereka dianulir
di detik-detik terkahir. Begitu juga dengan Pak JWS yang sejak awal
sudah dipastikan diusung PDIP namun siapa sangka ternyata di Injury
time, JWS dianulir PDIP sendiri. Namun, jika akhirnya Golkar memang akan
mengusung Tetty, maka tantangan terberat Golkar bukan kepada calon
yang akan diusung,”ujar Liando.
Lanjutnya, popularitas Tetty tidak lagi ada yang perlu diragukan. Menjadi bupati 2 periode dan menjabat Ketua Golkar tentu menjadi modal kuat untuk jadi calon.
Namun tantangan terberat Golkar adalah soliditas internal. Jika dibandingkan dengan PDIP, Golakr masih kalah dalam hal kelembagaan organisaosi atau soliditas Partai.
Selama ini Golkar masih cenderung terpolarisasi pada 3 kekuatan besar yang
dianggap masih belum saling mengisi.
“Kekuatan itu adalah gerbong pimpinan Pak Imba Rogi, Gerbong Pak
Vreeke Runtu dan Gerbong Ibu Tetty. Masing-masing gerbong memiliki
pengikut yang mengakar. Jika 3 kekuatan ini tidak menyatu maka akan
menjadi ancaman serius bagi Golkar sendiri. Tetty akan menjadi calon
paripurna apabila friksi-friksi dalam partai Golkar ini dapat
dipersatukan kembali,”kata dosen pascasarjana itu.
Ia menambahkan, tantangan lain bagi Golkar Sulut bahwa perolehan kursi
di DPRD hanya 7 kursi.
Artinya Golkar belum bisa mengusung kader sendiri. Pasal 40 UU Nomor 10 tahun 2016 menyebutkan Partai Politik dapat mendaftarkan Paslon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 % dari jumlah kursi DPRD atau 25 % dari akumulasi
perolehan suara sah dalam Pemilu.
“Jika capaian itu tak terpenuhi maka Golkar harus bergabung dengan parpol lain agar ketentuan syarat 20 persen terpenuhi,”tandas Liando.(fjr)