Harimanado. Kadang karena ingin menjatuhkan orang, kita pergunakan media. Itu juga tidak benar dan bisa menghancurkan integritas dan kredibilitas koran,” ujar Tides yang rambutnya telah memutih
Tides menambahkan, posisi jiurnalistik sekarang ini dalam posisi bertahan, menghadapi banjirnya medsos di tengah masyarakat.
Ia menyarankan para jurnalis mengajak para citizen menulis dengan fakta. “Sembari memberikan mereka bekal jurnalistik,” katanya.
Tides dengan ciri khas kao oblong hitam masih bersemangat menceritakan bahwa jurnalistik memiliki kaidah tersendiri.
Selain dilindungi UU nomor 40/ 1999, masing-masing media ada kode etik. Ada penanggung jawab, mulai dari redaktur sampai pemimpin redaksi.
Ada rambu-rambu dan hak orang lain yang senantiasa membatasi kebebasan hak kita .
“Tapi di medsos tidak memiliki itu. Padahal setiap warga negara punya hak nyatakan pendapat, tapi jangan sampai hak kita menciderai hak orang lain. Nah inilah yang terjadi di medsos,” katanya.
Perbedaan lain jurnalistik dengan medsos, kata Tides terletak pada organisasi yang jelas. Jurnalistik sangat jelas, ada pemimpin redaksi, redaktur dan ada dewan pers.
Pembaca bisa menuntut hak publiknya, jika isi berita dianggap tidak sesuai fakta. Karena ada pendapat yang dianggap fakta. Malah kata ayah tiga anak ini, ada fakta yang direkayasa.
“Jurnalis wajib menjaga semua persyaratan yang dimaksud, dan itu ada tanggungjawab publiknya,” ingat Tides sambil mengutak atik smarphone canggih yang dia sendiri tidak menguasai semua.
Yang paling memiriskan kata Tides, jurnalis sendiri jadi terseret arus medsos. Harusnya jurnalis yang mempengaruhi medsos bukan medsos yang menyeret jurnalis.
“Kalau dibiarkan terus menerus, maka ancaman jurnalis is dead suatu saat akan terjadi. Ini semua terserah kepada masing-masing pemimpin jurnalis mengatasi,” katanya.
Tides yang beristri orang Solo juga mengatakan infotaiment bukan karya jurnalistik. Dunia gosip dan sas sus di televisi dianggap karya jurnalistik.
“Di televisi mereka mengatakan itu show, padahal itu sama sja dengan drama, sandiwara dan macam-macam. Saya tidak keberatan programnya asal jangan disebut jurnalistik harus dipisahkan,” ucap anak ke 5 dari 9 bersaudara dari anak mantan menteri di era Presiden Soekarno.(*)