Harimanado.com, MANADO — Sejak reformasi 20 Mei 1998, Indonesia seola-ola memasuki babak baru dalam dunia berpolitikan. Dunia yang menjanjikan proses demokratisasi selalu menampilkan wajah ganda di depan dunia publik. Pada sisi yang lain yang ia dengan lantang berani menjanjikan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya. Namun, terkadang pada sisi yang lain dibalik topeng ia memanfaatkan kepentingan pribadi dan kelompok oligarki. Proses demokratisasi kita belum keluar dalam kungkungan budaya feodal serta dicengkraman dengan ideologi liberal moderen ala pancasila sehingga sikus demokrasi kita masih dalam fase penyarian jati diri sehinggga harus ada dialektia narasi dalam ruang publik secara tegas dan rasional.
Begitulah pula dengan potret dunia akademik pendidikan dalam kurung waktu dekade ini, ruang akademik kampus sebagai wadah laboraterium peradaban generasi, seakan mengalami distorsi nilai filosifis sebagai wadah mencerdaskan generasi peradaban bangsa, seakan-akan menjadi penjara intelektual bagi mahasiswa atau aktivis intelektual kampus. Kenapa kemudian saya katakan demikian karena ruang kebebasan berfikir dan bereskpesi dalam bentuk protes gerakan masa aksi aktivis mahasiswa cobah dibungkam oleh pimpinan rektorat,dekanat sampai dosen pengajar dengan menggerakan tentara-tentara kampus semisal Secury, Menwa sebagai kanter sosial gerakan mahasiswa baik melalui turun jalan sampai keparangan mahasiswa bidik misi untuk ikut andil dalam gerakan masa aksi dan yang lebih ironisnya adalah didalam ruang belajar kelas kemerdekaan berfikir supaya diaosiasikan oleh dosen untuk memahasiswa tak boleh menkritik dosen dalam proses tranformasi pengetahuan sehinggga disinilah menurut hemat saya sistem pendidikan kita bercorak neoliberalisme serta masih menyimpan budaya feodal kolonial yang masih dipilahara oleh pimpinan civitas akademik. Contohnya bisa kit lihat secara objektif dekade ini, kasus aktivis HAM, Aktivis pro Demokrasi,Aktivis lingkungan Mahasiswa Unhair yang dilakukan tindakan refresif oleh secury serta penghilangan aktivis HAM dari fase orba sampai sekarang juga belum-belum selesai dan tak pernah ditemukan keberadaannya misterius keberadaan kawan-kawan aktivis yang melakukan gerakan protes tentangan ketidak adilan, ketimpangan HAM serta limbah okologis lingkungan dan ketimpangan sosial ekonomi dan sebagaiannya.

Padahal kalau kita telah regulasi UUD 1945 Pasal 28 ayat 3 begitu gamplang menjelaskan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat,berkumpul dan mengeluarkan pendapatnya. Bertolak dari regulasi tersebut negara dan istitusi pendidikan bertanggung jawab secara menyeluruh terhadap hak dan keawajiban rakyat indonesia tanpa melihat stata sosial. Kampus sebagai lumbuh pencetak generasi juga tak seharus anti dengan kritik-otokritik yang sifatnya kontruktif, untuk perbaikan dan reformasi sistem birokrasi kampus sebagai rumah peradaban bangsa. Semua pimpinan akademik harus mengetahui bahwa universitas negeri maupun swasta dihadirkan untuk ada diskursus intelektual dengan dalil-dalil rasional antara dosen dan aktivis mahasiswa atau pun mahasiswa apatis sekalian pun untuk menghidupkan ruang kademik sebagai wadah perdebatan intelektual dalam ruang publik serta disitulah esensi pendidikan yang merdeka 100% tanpa adanya eskpoitasi antara dosen atau pimpinan akademik terhadap mahsiswa. Dari sinilah orientasi pendidikan serta ruang demokratisasi kampus akan baik sesuai dengan harapan istitusi pendidikan serta pendiri bangsa kita sehingg menujuh universitas yang maju serta progresif untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul.
Dan tak kala pentingnya juga adalah kampus harus sebagai ajang inisiator untuk membuka ruang panggung demokrasi terhadap semua mahasiswa untuk menghidupkan kembali khasanah intelektual aktivis kampus serta proses belajar yang berakal sehat bukan hanya sekedar ajang eskpolitasi terhadap mahasiswa melalui UKT serta kebijakan Regulasi yang yang tak pro mahasiswa sehingga berplikasi positif untuk siklus demokrasi kampus kita kearah yang lebih baik bahwa secara umum demokrasi indonesia kita. Itu harapan kita semua tentuhnya untuk banyak berbeda kearah yang lebih baik. (***)